Minggu, 27 Februari 2011

Kerangka Dasar APP 2011

Kerangka Dasar APP 2011
 
Pemberdayaan Kesejatian Hidup:
Kesejatian Hidup dalam Perwujudan Diri


Pengantar
Gerakan Aksi Puasa Pembangunan (APP) dengan tema besar “Pemberdayaan Kesejatian Hidup” (2007 – 2011) telah menjadi bahan pembelajaran umat beriman katolik selama empat tahun. Buah hasil pembelajaran yang mulai tampak adalah, semangat pembaruan ke arah pemberdayaan hidup bersama dalam masyarakat, komunitas, keluarga, dan lingkungan hidup. Diharapkan bahwa pembelajaran bukan hanya menjadi medan pembekalan bagi orang lain tetapi terutama bagi diri sendiri.
Tahun 2011 melanjutkan tema “Pemberdayaan Kesejatian Hidup” dengan perhatian pada “Kesejatian dalam Perwujudan Diri”. Tujuannya adalah setiap umat Katolik sadar akan panggilannya, sebagai anak-anak Allah yang sejati dalam perjuangan hidup di dunia.
Hasil sasaran yang ingin dicapai oleh tema ini adalah:
1.    Meningkatnya kemampuan setiap umat beriman untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas anugerah kehidupan.
2.    Meningkatnya kemampuan setiap umat beriman untuk melibatkan diri dalam menata karya kesejahteraan hidup bersama sesama.
3.    Berkembangnya daya cipta setiap umat beriman dalam menjawab pelbagai keprihatinan yang menghambat perwujudan diri yang sejati.
4.    Meningkatnya kemampuan umat beriman dalam membangun kerjasama dengan semua pihak dalam mewujudkan cita-cita dan harapan hidup bersama yaitu kesejahteraan bersama yang berwawasan lingkungan.
5.    Meningkatnya kemampuan setiap umat beriman untuk memberikan kesaksian dalam membangun relasi dengan sesama, terutama antar umat beriman, dan lingkungan hidup demi kebaikan seluruh ciptaan.
 
Latar belakang
Keluarga Allah atau persekutuan murid-murid Yesus mempunyai hubungan yang erat dan khusus dengan Allah Tritunggal Mahakudus: Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus. Hubungan ini merupakan anugerah Allah pada saat kita menerima Sakramen Permandian.
Melalui Sakramen Permandian setiap umat beriman diangkat menjadi anak angkat Allah, dalam persekutuan dengan seluruh Gereja dan makhluk ciptaan. Namun, hubungan khusus umat beriman mendapatkan tantangan yang besar dalam tatakelola kehidupan sekarang ini. Kehidupan yang berkembang mendapat tawaran pelbagai kebutuhan serta pencobaan yang mengurungnya dalam sikap ingat diri semata.
Sikap ingat diri ini memberikan nuansa terciptanya budaya mengasingkan yang membuat orang menjadi miskin, lemah dan berkekuarangan, tanpa peduli akan kesejahteraan bersama. Budaya ini menampilkan budaya yang berseberangan dengan budaya kasih yang benar.
Banyak tempat khusus seperti mal, perguruan tinggi, sekolah internasional, rumah sakit inter­na­sional, dsb., di mana orang hidup dalam keterasingan. Orang yang tidak mempunyai penghasilan atau berpenghasilan rendah tidak dapat merasakannya. Rasa keadilan dipertanyakan berhadapan dengan sikap ingat diri semata. Perwujudan diri dalam sikap ingat diri, menyingkirkan sesama, sehingga mereka tidak memperoleh kesempatan meningkatkan perubahan hidup dalam kesejatian. Budaya hanya ingat diri membuat keadaan sesama semakin memprihatinkan. Kesempatan memba­ngun kesejatian diri semakin terpuruk. Masyarakat semakin terperangkap oleh konsumtivisme, hedonisme, individualisme, dan egoisme yang menghasilkan tatakelola kehidupan yang keras, bah­kan kejam.
Tidak heran di dalam tata kehidupan masyarakat demikian muncul istilah “premanisme”. “Premanisme” ini bukan hanya berkembang di tataran kehidupan masyarakat warga, tetapi juga di tingkat para wakil rakyat, penegak hukum dan peradilan, serta birokrasi. Pembelajaran hidup masya­ra­kat demikian memunculkan pelbagai konflik sosial dan pribadi di pelbagai jenjang waktu dan tempat.
Dewasa ini orang mendapat suguhan pelbagai kasus yang tidak kunjung selesai. Kasus yang menimpa rakyat kecil seperti busung lapar, penyakit malaria, HIV/AIDS, TBC, kekurangan gizi, dsb belum mendapatkan perhatian yang benar dan tepat oleh mereka yang berwenang. Mereka sendiri sedang menghadapi pelbagai persoalan menyangkut kedudukan, kekuasaan, kepartaian, dan golong­an. Masing-masing orang duduk di kursi pengambil kebijakan tata kelola hidup bermasyara­kat, berbangsa dan bernegara lebih mengedepankan sikap “aji mumpung” daripada melaksanakan tugas utamanya: melayani, mendampingi, merencanakan dan memperjuangkan kesejatian hidup yang benar.
Orang beriman mendapat panggilan dan perutusan untuk mewujudkan diri sebagai sesama yang mampu berlaku baik dengan semua orang. Nyatanya, kesejatian hidup orang beriman belum sepenuhnya terwujud. Kedosaan manusia mengurung diri dalam keterasingan, sehingga keutuhan hidup yang terbuka tetap menjadi rahasia dalam persekutuan hidup bersama. Oleh karena itu, melalui permenungan APP 2011, kita kiranya rela memanfaatkannya untuk menyelisik “Bagaimana kita dapat menjadi manusia yang semakin siap mewujudkan diri, yaitu menata tata kehidupan diri yang mengarah pada kesejatian hidup dalam keutuhan hidup yang terbuka bagi kesejahteraan bersama.”
 
Mendengarkan Sabda Tuhan
Setiap orang yang terhimpun dalam keluarga Allah sebagai murid-murid Yesus mendapatkan pengajaran khusus dari Sang Guru Sejati yaitu Yesus Kristus. Pengajaran yang paling unggul mendapat peragaan dalam acara Perjamuan Akhir. Di dalam kisah perjamuan akhir diungkapkan “pembasuhan kaki”. Yesus melakukan pembasuhan kaki para murid-Nya. Yesus yang adalah Guru mau melakukannya. Perbuatan Yesus ini tidak steril karena mereka sebagai murid-murid-Nya harus melakukannya juga di antara mereka satu sama lain. Pembasuhan kaki merupakan simbol pelayanan yang sangat mendasar dan menyentuh tata kehidupan para murid. Tata kehidupan para murid yang diharapkan adalah adanya saling melayani, meneguhkan dan mengembangkan. Pelayanan satu sama lain memberikan nuansa baru dalam kehidupan bersama. Semangat hidup seperti ini merupakan ungkapan hidup iman setiap umat beriman. Rasul Yakobus mengungkapkan dengan tegas: “Hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja. Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya mati” ( Yak 1:22; Ibr 2:17 )
Inspirasi pembelajaran Kitab Suci mendorong setiap umat beriman dalam keterlibatan hidup sehari-hari agar berkenan pada Allah. Allah yang telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini memberikan diriNya melalui Yesus PuteraNya untuk menyelamatkan manusia dan seluruh alam ciptaanNya:“Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya diselamatkan melalui Dia,” (Yoh 3:16-17). Kasih Allah yang menganugerahkan hidup bagi umat beriman diharapkan berkelanjutan secara terbagi bersama sesama, sehingga perwujudan diri menjadi nyata dalam lingkungan hidup bersama yang penuh rahmat-Nya.
Dengan mengambil bagian dalam karya keselamatan, setiap umat beriman dipanggil untuk mewujudkan diri menurut Sabda Tuhan: “Akulah gembala yang baik. Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku, sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku.Tetapi Aku juga mempunyai domba-domba lain yang bukan dari kandang ini: domba-domba itu harus Ku-tuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dan satu gembala” (Yoh 10:11, 14 – 16). Gambaran tentang domba-domba adalah kawanan yang akan dibimbing ke padang rumput yang hijau (Yoh 10:9), mereka yang Ia kenal nama-namanya dan mereka mengenali suaraNya (Yoh 10:3-4,14). Domba-domba ini adalah mereka yang Ia maksudkan untuk dilindungi dari para pencuri dan perampok (Yoh 10:1,8,10). Mereka lah yang Ia kehendaki untuk dikumpulkan bersama-sama dengan semua yang lain sehingga menjadi satu kawanan, yang mendengarkan suaraNya (Yoh 10:16).Yesus akan melaksanakan ini karena Ia adalah Gembala Yang Baik (Yoh 10:11,14), yang dikasihi oleh BapaNya karena Ia mau menyerahkan nyawaNya bagi domba-dombaNya. Penyerahan nyawa ini merupakan tindakan pengorbanan diri yang total. Inilah contoh perwujudan diri yang sejati.
 
Pertobatan dan komitmen perubahan cara hidup
Upaya perwujudan diri setiap umat beriman dalam perutusan kesejatian hidup dengan semangat pengorbanan diri seutuhnya mengalami banyak tantangan dan pencobaan. Tantangan dan pencobaan seringkali membawa orang ke arah kecemasan, kekhawatiran dan keputus-asaan, sehingga membuat mereka takut bertindak. Umat beriman bersikap masa bodoh, karena imannya kerdil dan gersang.
Padahal tugas perutusan setiap orang membangun kehidupan diri yang terbuka dan terarah pada terciptanya keadilan, kebenaran, kedamaian, dan kebaikan Rahmat Allah yang menggerakan perutusan demi terciptanya kebaikan segala makhluk ciptaan berada dalam bejana tanah liat yang rapuh. Setiap saat umat beriman perlu membarui, memperbiki serta menyempurnakan diri, supaya dapat melakukan perutusan perwujudan diri dengan penuh tanggungjawab. Perbaikan dan penyempurnaan diri melalui pertobatan dan pembaruan pribadi. Pertobatan merupakan undangan sekaligus rahmat Allah. Ia menyampaikan pesan “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa: untuk menyelamatkan orang berdosa, (Mat 9:13; 1 Tim 1:15).”
Pertobatan pribadi dalam upaya perwujudan diri sebagai murid Kristus merupakan rahmat Allah demi penyempurnaan diri menuju pembenahan hidup bersama. Cara hidup umat beriman yang demikian sudah menjadi kenyataan dalam cara hidup Gereja Perdana: “Hendaklah kamu sehati sepikir. Dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, tanpa mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan dirinya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Tunjukkanlah kasihmu dengan saling membantu. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu murah hati, (Fil 2:2-4; Ef 4:2; Lk 6:36).”
Keterlibatan dalam karya keselamatan bersama sebagai bagian utuh perwujudan kesejatian hidup diharapkan terlaksana dengan sepenuh hati, sehingga memberikan buah yang berkelimpahan dalam memperjuangkan kesejatian hidup pribadi yang terbuka bagi sesama. Hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu. Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia. Marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. Jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna, (1 Ptr 1:22; Rom 12:9; 13:10; 1 Kor 13:2)
Kerelaan berbagi demi terciptanya pemberdayaan hidup bersama adalah wujud aktualisasi diri yang sejati. Kesejatian hidup yang terwujud harus berdasarkan kerelaan hati dan bukan karena paksaan dari luar. Pemberian diri dalam wujud pemberkatan, perhatian, dan pelayanan dalam kehidupan bersama akan semakin menciptakan kesejatian diri, yang terbuka untuk pembaruan diri dalam kebersamaan yang saling melayani dalam kasih (bkk. 2 Kor 9:7; Mat 6:3).
 
Perutusan untuk pembaharuan:
Pembelajaran diri umat beriman sebagai suatu proses kemampuan mewujudkan diri dalam membangun tata kelola kehidupan yang utuh terbuka memerlukan kesadaran akan pentingnya pengembangan diri sebagai murid Kristus. Pengembangan diri sebagai murid Kristus menuntut beberapa sikap dasar sebagai berikut:
1.      Membangun nurani kemuridan sejati: perutusan kemuridan menghadirkan nurani Kristiani, demi kesejahteraan hidup berdasarkan pola pikir Yesus Kristus. Perwujudan diri membuka kesempatan bagi tumbuhnya kesadaran akan segala sesuatu yang terkandung dalam panggilan kemuridan, yaitu peradaban kasih. Nurani Kristiani harus utuh dalam penghayatan iman dan sekaligus terbuka untuk menggerakkan pelayanan iman dan sekaligus terbuka untuk menggerak­kan pelayanan sesama yang saling memerdayakan.
2.      Belajar menghasilkan relasi sesama yang meluas: murid Kristus selalu sadar akan panggilan untuk mengalami relasi sesama yang baik dan meluas. Umat beriman sebagai persekutuan para murid Kristus hidup dan berkarya demi mekarnya hidup baru yang hadir di dunia karena kekuatan Roh Kudus. Karena itu setiap orang beriman harus berani meninggalkan cara hidup yang lama dan menuju cara hidup baru dengan mendayakan Roh Kudus yang telah diterimanya.
3.      Belajar berbagi dan bekerjasama: Perwujudan diri dalam tata kehidupan di atas bumi memang memerlukan perjuangan melalui kesadaran akan pengembangan diri. Umat beriman harus mau belajar hidup berbagi dan bekerjasama dengan sesama, agar kesejatian hidup diri terpantul juga dalam lingkungan hidup bersama.
4.      Belajar menggunakan pelbagai karunia dan peluang yang ada. Ada banyak anugerah Allah yang diberikan kepada setiap orang bersamaan dengan peluang yang disediakan Allah untuk mengembangkannya. Kesadaran akan keadaan karunia ini mendorong umat beriman secara terus menerus untuk menghasilkan cara dan kompetensi hidup yang bermakna dan bermanfaat bagi gerakan kesejatian hidup.
5.      Berbicara dan mendengarkan orang yang berpengalaman: Membangun persaudaraan dan persahabatan dengan sesama, terutama mereka yang berpengalaman dalam perwujudan diri sebagai murid Kristus akan memberikan nilai tambah untuk pengembangan diri. Sesama yang berpengalaman sudah mengalami jatuh dan bangun dalam menata kehidupan diri dan sesamanya. Belajar dari mereka berarti mengurangi kegagalan yang mereka alami dan sekaligus menumbuhkan harapan baru dalam mengembangkan diri menurut hati nurani yang membimbing kepada kesejatian hidup.
6.      Belajar membangun kehadiran yang unik: Setiap orang beriman adalah unik. Keunikannya perlu menjadi kisah tersendiri dalam hidupnya dan pada gilirannya mendorong peran ang menggem­bira­kan sesama dalam lingkungan hidup ini. Hasil kehadiran hidup dan kiranya akan memberi­kan pemerkayaan hidup sejahtera bersama.
7.      Tetap bersemangat dan gembira dalam menjalankan perutusan: Kepercayaan diri yang telah dibangun dengan karunia dan peluang yang tersedia dalam lingkungan hidup umat beriman akan menumbuhkan dinamika serta komunikasi iman yang tinggi. Menghayati kepercayaan yang penuh semangat sebagai murid Kristus menjadi tanda perwujudan diri dan dorongan untuk mengarus-utamakan peradaban kasih. Inilah disiplin kemuridan Kristus dalam membangkitkan diri untuk belajar terus menerus melalui pertobatan dan pembaruan diri. Inilah Injil Yesus Kristus yang menyelimuti perwujudan diri umat beriman dalam lingkungan hidup manusiawi terutama lingkungan hidup gerejawi.
 
Penutup
Pembaharuan diri dari setiap orang beriman menurut panggilan hidup sejati merupakan karunia iman yang berkesinambungan. Undangan Tuhan bagi pembaruan diri memang mengalami pelbagai tantangan bahkan ancaman. Namun inilah jalan yang tersedia untuk membangun persahabatan dengan tuhan dan sesama.
Yesus bersabda “Akulah jalan, kebenaran dan kehidupan” dan Ia juga mengundang setiap orang datang belajar dari padaNya. Belajar untuk menjadi pewarta Kabar Gembira Injil dan sambil berbuat baik dari kota ke kota dan dari desa ke desa. Umat beriman Kristiani selalu bersyukur atas kelegaan yang Kristus selalu hadirkan karena bersama Dia perwujudan diri dapat terlaksana dalam kesejatian yang melimpah.
Perbuatan baik yang Ia lakukan ialah “Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang”, (Lk 4:18-19).
Pewartaan Kabar Gembira yang terungkap perwujudan diri Yesus ini menjadi teladan dan sekaligus dipercayakan kepada setiap orang sebagai murid-Nya untuk dilakukan. Ia mengatakan: “apa yang telah Kudengar dari BapaKu telah Kusampaikan dan Kuberikan kepadamu, maka pergilah ke seluruh dunia beritakanlah Injil dan sembuhkanlah mereka yang sakit…(bdk. Yoh 15:13-15; Mat 10:7, 27; Mark 16:15; Lk 9:60))”. Mandat Yesus ini hendaknya dijalankan dengan baik dan tekun seturut teladan-Nya. Ia tidak akan membiarkan para sahabatnya berjalan sendirian untuk mewujudkan diri sebagai murid-Nya. Ia akan mengirim teman seperjalanan yang berdaya yaitu Roh Kudus. Roh Kudus yang memberikan pendampingan dan pengarahan penuh daya agar hidup dan karya pelayanan umat beriman Kristiani mencapai dan terlaksana dalam suatu lingkungan yang semakin berdamai sejahtera bagi seluruh makhluk ciptaan Tuhan.
Dalam mewartakan Kabar Gembira Injil dan menghayatinya dengan perbuatan baik di dalam kekuatan Roh Kudus, setiap umat beriman selalu perlu belajar membangun relasi dengan diri sendiri, sesama, masyarakat dan lingkungan hidupnya menurut cita-cita Sang Pencipta. Pembela­jar­an ini membuka kemungkinan terciptanya lingkungan perwujudan diri yang mendatangkan kesejah­teraan sejati menuju keselamatan.
Bahan-bahan APP 2011 tersedia sebagai pembelajaran hidup yang kiranya mendorong umat beriman untuk mewujudkan pembaruan diri sebagai murid-murid Kristus. Terang Sabda Tuhan pasti membimbing untuk kembali kepada tata kehidupan yang sejatinya menyejahterakan, menggembira­kan serta membahagiakan para murid Kristus dalam lingkungan hidup yang terbangun dari hati umat beriman yang seutuhnya terbuka kepada Tuhan dan sesama. Inilah perwujudan diri dalam peradaban kasih.
Semoga demikian

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2011

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2011

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2011

"MARI BERBAGI - MENUJU PERWUJUDAN DIRI SEJATI"
Saudara-saudari Umat katolik Keuskupan Agung Jakarta yang terkasih,
1. Bersama-sama dengan seluruh Gereja, pada hari Rabu yang akan datang kita memasuki masa Prapaskah. Secara khusus, selama masa Prapaskah kita diajak untuk menyiapkan diri agar pada hari Paskah, kita dapat mengalami secara baru, rahmat keselamatan yang dianugerahkan oleh Allah pada waktu kita dibaptis. Peziarahan rohani ini akan menjadi semakin bermakna kalau ditanda dengan doa yang tekun dan karya-karya kasih yang tulus. Dengan demikian kita; dapat memetik buah-buah penebusan yang menjadi nyata dalam hidup dari yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita. Dengan menerima hidup baru itu kita semakin mempunyai "pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalan Kristus Yesus" (Flp 2:5), semakin mencapai "kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus" (Ef 4:13). Dengai demikian, Prapaskah adalah masa penuh rahmat ketika kita bersama-sama dengan seluruh Gereja, mengayunkan langkah-langkah kita semakin mantap dalam mengikuti Yesus Kristus. Untuk kepentingan ini, sudah disediakan sarana-sarana pembantu antara lain berupa buku yang berjudul "Retret Agung Umat - Mari Berbagi. Perjalanan Rohani Menanti Kebangkitan"

2.Masa Prapaskah tahun ini kita jalani ketika Gereja Katolik Indonesia mensyukuri Ulang Tahun ke-50 terbentuknya Hirarki, tepatnya pada tanggal 3 hari yang lalu. Limapuluh tahun yang lalu, Pimpinan Gereja Katolik mutuskan untuk mendirikan Hirarki Gereja Katolik Indonesia karena yakin Bahwa Gereja Katolik Indonesia memiliki kemampuan berkembang menjadi gereja yang dewasa, dengan berbagai kekayaan artinya. Salah satunya adalah kemampuan untuk berkembang menjadi Gereja yang merupakan bagian tak pisahkan dari masyarakat dan bangsa Indonesia dengan segala kegembiraan dan harapan serta keprihatinan dan kecemasannya. Sementara itu Keuskupan Agung Jakarta, keuskupan kita, sedang menegaskan kembali cita-cita yang dirumuskan dalam Arah Dasar Pastoral Keuskupan Agung Jakarta, yaitu untuk terus berusaha meneguhkan iman kepada Yesus Kristus, membangun persaudaraan sejati dan terlibat dalam pelayanan kasih. Sejalan dengan cita-cita , dan mempertimbangkan kenyataan hidup di negara kita pada umumnya dan wilayah Keuskupan Agung Jakarta pada khususnya, ditetapkanlah tema Aksi asa Pembangunan "Mari Berbagi". Yang menjadi pertanyaan sekaligus bahan renungan ialah, bagaimana gagasan-gagasan itu, dalam terang Sabda Tuhan yang kita dengarkan pada hari ini, bisa menjadi bekal bagi kita untuk menjadikan masa Prapaskah ini penuh dengan berkat.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
3.Sabda Tuhan yang kita dengarkan pada hari ini dapat meneguhkan pokok-pokok perenungan kita itu. Pimpinan Gereja Katolik mendirikan Hirarki Gereja katolik di Indonesia karena yakin bahwa Gereja Indonesia mampu berkembang menjadi Gereja yang dewasa. Seperti apakah Gereja yang dewasa itu? Menurut kata-kata Injil hari ini, Gereja yang dewasa ialah Gereja yang mendengarkan perkataan Yesus dan melakukan-Nya. Dengan demikian Gereja meletakkan hidupnya pada dasar yang kokoh, seperti orang yang mendirikan rumah di atas tu. Pertanyaan berikutnya muncul : apakah artinya meletakkan hidup pada dasar yang kokoh itu? Jawabannya bermacam-macam. Salah satu jawabannya dapat kita ambil dari Kitab Ulangan yang tadi kita dengarkan : kemampuan untuk memilih berkat, bukan kutuk, kemampuan untuk memilih yang baik dan uar, bukan sekedar yang gampang dan enak. Dengan kata lain, Gereja yang dewasa adalah Gereja - artinya kita semua - yang rajin dan tekun mendengarkan Sabda (bukan sekedar mendengar) untuk mencari dan menemukan kehendak Allah di dalamnya. Dengan demikian hati dan budi kita dicerahkan. Sesudah hati dan budi kita dicerahkan, kita membuat ketetapan hati. Ketetapan hati kita bersama inilah yang dirumuskan dalam Arah Dasar Pastoral Keuskupan Agung Jakarta. Ketetapan hati kita adalah memilih berkat. Berkat itulah yang ingin kita wujudkan bersama dengan semboyan "Mari Berbagi" yang akan kita jalankan bersama khususnya selama masa Prapaskah ini.
4.    Salah satu bahan pendukung untuk memperkaya masa Prapaskah ini adalah satu buku yang merupakan kumpulan tulisan yang diberi judul "Mari Berbagi - Menuju Perwujudkan Diri Sejati". Judul buku ini dan tulisan-tulisan yang ada di dalamnya mengajak kita bertanya, seperti apakah jati diri kita sebagai murid- murid Yesus? Mengenai jati diri manusia, ada juga berbagai macam pendapat. Ada yang mengatakan "Saya berpikir maka saya ada". Bagi yang mengikuti aliran ini, jati diri manusia, hakekat kemanusiaan atau kemuliaan manusia terletak pada kemampuannya berpikir. Ada pula yang mengatakan, "Saya membeli, maka saya ada" atau "Saya berkuasa, maka saya ada". Judul buku yang saya sebut di atas mengajak kita semua untuk menemukan jati diri atau kemuliaan kita sebagai murid-murid Kristus di tempat yang lain. Kita diajak untuk sampai kepada keyakinan "Saya bukanlah kekuasaan yang dapat saya peroleh, atau milik yang dapat saya kumpulkan. Saya adalah berkat yang dapat saya bagikan dalam belarasa".
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Bahwa jati diri manusia dan kemuliaannya terletak dalam kerelaan untuk berbagi, terungkap dalam begitu banyak kisah-kisah kuno. Kisah-kisah seperti itu mengungkapkan kerinduan hati manusia yang terdalam. Salah satunya adalah kisah tentang seorang calon murid yang ingin berguru pada seorang guru bijaksana untuk menjadi manusia mulia. Untuk itu ia pergi kepada seorang guru yang dikenal amat bijaksana. Ia bertanya, "Guru, apa yang harus saya tempuh agar saya menjadi manusia mulia". Guru itu menjawab dengan membisikkan suatu mantra, sambil berpesan agar tidak memberitahukan mantra itu kepada siapa pun juga. Calon murid itu bertanya lagi kepada sang guru, "Apa yang akan terjadi kalau saya memberitahukan mantra ini kepada orang lain". Sang guru menjawab, "Orang yang mendengar mantra ini, hati dan budinya akan tercerahkan. Tetapi engkau sendiri akan diusir dari perguruan ini dan menderita". Sesudah mendengar jawaban sang guru, calon murid itu pergi ke tempat-tempat yang ramai dan memberitahukan mantra itu kepada semua orang yang ia jumpai. Benar, hati dan budi orang-orang yang mendengar mantra itu tercerahkan, wajah mereka menjadi bersinar memancarkan kebahagiaan. Murid- murid yang lain protes dan menuntut agar sang guru mengusir calon murid ini. Kepada mereka sang guru menjawab, "Dia tidak perlu lagi menjadi murid, dia sudah bisa menjadi guru". Pesan dongeng ini jelas : jalan menuju kesempurnaan dan kemuliaan sebagai manusia ialah berbagi kehidupan, kalau perlu dengan berani menanggung risiko. Kita mempunyai yang bukan dongeng, yaitu Yesus ristus yang telah membagikan hidup-Nya bagi damai sejahtera kita. Berarti, dalam diri Yesus-lah kerinduan hati kita yang terdalam terpenuhi. Membangun hidup sehati dan seperasaan dengan Yesus inilah yang kita pupuk secara khusus dalam masa Prapaskah dengan doa yang tekun dan karya-karya kasih.
Marilah kita bersama-sama memasuki masa Prapaskah ini dengan penuh pengharapan dan syukur. Marilah kita gunakan kesempatan pertemuan dan ihan-bahan yang sudah disediakan dengan sebaik-baiknya. Semoga masa :apaskah ini menjadi masa yang penuh rahmat bagi kita masing-masing, bagi keluarga dan komunitas kita. Tuhan memberkati.
 Jakarta, maret 2011

+ I. Suharyo
Uskup KAJ

Selamat Datang

Mari kita merenung dalam masa seperti saat ini

RUANG KATEKESE

RUANG KATEKESE
KLIK PADA GAMBAR