Pristiwa TRANSFIGURASI yang dipaparkan ketiga Injil (Mat. 16:13-20; Mark. 8:27-30 dan Luk. 9:28-36), menunjukkan karya ke-Ilahian Yesus. Tampaklah perubahan wajah Yesus dan pakaian-Nya berkilau-kilau. Disitu Yesus sedang bercakap-cakap dengan Musa dan Elia.
Pertanyaannya, pernahkah kita mempertanyakan pada diri kita, mengapa dalam peristiwa transfigurasi tersebut yang ditampilkan dua tokoh Perjanjian Lama yaitu Musa dan Elia. Ada apa dengan Musa dan Elia, apa hubunga kedua tokoh Perjanjian lama itu dengan Yesus. Dan apa yang menjadi topik pembicaraan dari ketiga tokoh tersebut. Apa reaksi murid terhadap peristiwa tersebut ? Itulah beberapa pertanyaan yang boleh kita renungkan.
Sekilas tentang Musa dan Elia
Tokoh Musa, tokoh ini sangatlah kia kenal, dilahirkan dalam pembunuhan dan pengejaran anak di Mesir, sejak semula hidupnya sudah terancam mati. Misi perutusan kenabiannya adalah sebagai pembebas bangsa terpilih menuju tanah terjanji. Pergulatan pembebasan taksesederhana itu, tetapi penuh perjuangan, bagaimana mereka harus berjuang dihadapan Firaun untuk pembebasan bangsanya, Bagaimana Musa dan bangsanya harus sport jantung ditengan laut yang terbelah dengan dikejar tentara Mesir. Musa harus menangung cerca –cela dari bangsa yang dibebaskan karena kelaparan dan kehausan. Bagaimana Musa juga telah meninggikan ular perunggu sebagai tulak bala dari gigitan ular beludak yang saat itu sedang mengganas dan banyak mematikan bangsa pilihan itu.
Musa adalah tokoh paskah Perjanjian lama, pembebas bangsa pilihan menuju tanah terjanji. Jalan yang harus ditempuh juga tidak mudah banyak peghalang, bahkan Musa sendiri tidak menikmati tanah yang dijanjikan Tuhan itu meskipun sudah di depan matanya.
Tokoh Elia, Elia adalah seorang nabi yang boleh dikatakan misterius, karena kemunculan dan menghilang denga tiba-tiba dan sukar untuk didekati. Meski demikian Elia adalah tokoh nabi yang sangat mengesankan.
Elia akan dikenang sebagai nabi yang telah menghadapkan Israel yang berlaku timpang dengan suatu pilihan tegas jelas dan tak bersyarat : mengabdi Tuhan atau mengabdi Baal. Tidak ada jalan tengah. Tuhan dalam pandangan Elia adalah Tuhan yang pencemburu yang tidak
mau membiarkan allah-allah lain di samping-Nya. Ke-Allahan seperti itu yang memberi inspirasi kepada Elia. Sehinga Elia sebagai nabi yang de ngan penuh kecemburuan berkarya bagi Tuhan dan hanya untuk Tuhan.
Di samping keberanian dan kecemburuannya bagi Tuhan, Elia akan dikenang pula sebagai nabi yang dengan tulus hati menyatakan kepahitannya menjadi seorang utusan Tuhan. Karyanya berakhir dengan kegagalan dan Elia pun dapat dikatakan gagal dengan dirinya sendiri. Elia memang kuat, tetapi juga manusia yang lemah. Hal ini harus menjadi peringatan bagi setiap utusan Tuhan. Dalam kelemahan Elia dapat menjadi kekuatan kita dalam kelemahan kita
Dalam perjanjian Baru Elia termasuk tokoh Perjanjian Lama yang paling banyak disebut sesudah Musa, Abraham dan Daud. Pada Perikup ini Elia tampil bersama Musa ( Luk.9:28-36).Perutusannya kepada janda di Sarfat dikenang Yesus ketika ditolak oleh orang-orang sedesa-Nya (Luk. 4:25-26).
Elia telah pergi secara penuh rahasia, namun dia masih hidup dalam Gereja sampai sekarang. Dia hidup dalam sejumlah orang Kristen yang mau mengikut Kristus dan bersama-sama dengan saudaranya yang lain membangun Gereja dengan suatu kecemburuan ilahi.
Musa, Elia dan Yesus tokoh Mesianis
Musa dalam segala perjuangan dan kegigihannya berhasil membawa bangsanya menuju tanah terjanji. Elia dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa Allah adalah Allah yang pencemburu, sedangkan Yesus penggenap dari segala janji-janji Allah. Segala yang terjadi pada kedua nabi berlaku pada diri Yesus.
Misi perutusan Musa adalah pembebasan bangsa dari kungkungan bangsa Mesir, sedangkan misi Yesus membaskan ciptaan dari kungku ngan dosa abadi. Elia dengan gigih menunjukkan Allah yang pencemburu, demikian juga Yesus, menunjukkan Allah yang pencemburu sekaligus mau mengorbankan diri demi yang dicintainya.
Bila hendak diambil benang merahnya sagatlah jelas, bahwa janji Allah tidak pernah diingkari, dan Allah telah memberikan penggenapan janji itu melalui diri Putra-Nya, Yesus Kristus. Dalam diri Yesus segala kehendak baik Allah terwujud.
Tidak berlebihan kiranya bila Gereja sampai saat ini tetap memberi tempat dalam pewartaanya dengan mengikut-sertakan nama Musa dan Elia, sebagai inspirasi karya penyelamatan yang diemban Kristus. Bahkan sebelum penderitaan Kristus, Kedua nabi agung tersebut telah mempercakapkan bagaimana seorang mesias akan mati sebagai silih atas kodosaan dunia.
Tanggapan para rasul demi melihat kemuliaan Tuhan
Kalau saat itu petrus dengan serta merta mengungkapkan maksudnya untuk mendirikan tiga kemah buat Musa, Elia da Yesus, itu merupakan ungkapan atas kekaguman dan ketakberdayaan manusia biasa demi melihat kemuliaan Tuhan, Semuanya serba mengagumkan, bahkan Petrus tak bisa berfikir dan berkata apa-apa (blangkemen=Jawa) selain menawarkan jasa baikya untuk mendirikan tempat tinggal.
Pada perikup tersebut ditunjukkan Yesus berubah wajah dan dengan pakaian yang berkilau-kilau, kemungkinan yang terjadi secara se- sunguhnya bisa melampaui dari kata-kata yan diungkapkan. Kata-kata dan pandangan manusia tentu ada batasnya, tetapi tidak dengan kemuliaan Ilahi.
Bandingkan ketika Abraham melihat semak terbakar, tetapi tidak membakar semak tersebut. Abraham harus menunduk, karena Abraham tidak layak dan tidak mampu melihat kenyataan Allah dalam rupa yang sebenarnya. Begitu dahsyat kemuliaan Allah.
Sedemikian dahsyatnya kemuliaan itu sehingga Petrus sebagai perwakilan para rasul meganggap penting bahwa kemulian itu boleh tingal dikemah kehidupanya. Jadi bukan lagi kemah yang dapat hilang karena panas dan hujan tetapi kemah keabadian di dalam diri mereka dan seterusnya dalam gerejanya.
Pesona Transfigurasi di Zaman Sekarang
Pada zaman sekarang apakah masih mungkin peristiwa Transfigurasi terulang kembali ?
Pertanyaan di atas sebenarnya masih terus terjadi pada zaman ini. Pemahaman ini hanya bisa dimengerti dan dirasakan bila manusia mulai bisa merasa dan menghayati kata Syukur. Kata Syukur menjadi kata kunci bagi transfigurasi di zaman ini.
V Pernahkah kita bangun pagi-pagi, keluar rumah, memandang sekitar kita masih agak temaram, ayam jantan masih satu—dua terdengan berkokok, burung kecil mulai nyaring memamerkan merdu suaranya, mentari pagi masih dengan tersipu malu memulas langit dengan warna keemasan. Pernahkah kita mengagumi apa yang kita rasakan di pagi hari ? Atau itu hanya kejadian yang biasa-biasa saja, dan memang itu yang semestinya terjadi.
Pernahkah kita kapan saja menyadari bahwa kita tetap bernafas, dan secara otomatis, tanpa perintah otak, paru-pari menghisap dan mengeluarkan udara, jantung kita tetap berdetak. Tanpa kita sadari
V mata kita secara periodik mengedip.
V Pernahkah kita menyadari setiap pagi matahari muncul dan sore hari terbenam, dengan segala macam cuacanya, cerah, mendung, hujan dan bahkan badai.
Kalu boleh jujur sebenarnya tidak banyak orang yang mampu dan sampai pada penelaahan itu, semuanya hanya kejadian alam biasa. Banyak dari kita tidak sampai menggugah rasa syukur kita atas kuasa, kemegahan dan kemahaan dari Allah di mata kita.
Maka sejujurnya bila kita bisa sampai pada rasa-pangroso (rasa dan perasaan) seperti itu dan bisa sampai pada ucapan syukur, maka kemliaan Allah seperti peristiwa trasfigurasi masih bisa kia alami hingga kini. Transfigurasi merupakan pengalaman batin yang memuliakan Allah dengan segala manivestasi-Nya. Pengalaman ini tidak memandang besar kecilnya peristiwa yang terjadi. Pengalama ini semata-mata memandang segala kejadian adalah Allah yang berkarya, Allah yang hadir dan kaca mata yang memandang segalanya adalah kemuliaan Allah.
Melihat pengalaman seperti itu, maka pentinglah kita bermeditasi alam, kita bisa bercengkerama dengan alam. Kita diajak kembali dekat dengan alam. Kita bisa merasakan bahwa kita adalah bagian kecil dari alam yang diberi wewenang untuk mengatur alam agar lebih meng-alam.
Dengan memandang trasfigurasi sebagai kemuliaan Allah, apakah itu tampak begitu besar membuat orang berdecak kagum, atau hanya biasa-biasa saja, maka manusia akan sampai pada ucapan syukur yang tulus. Sama seperti Petrus yang memberikan diri membangun kemah bagi tiga persona itu, mucul karena kekagumannya. Demikian juga kita membangun dunia kita ini dengan mengalamkan alam, sehingga alam juga tidak menolak kita dengan segala kejadian alam yang menggentarkan. Kembalilah bersahabat dengan alam agar mata kita melihat transfigurasi meskipun kecil dan dirasakank biasa-bisa saja.