Kamis, 04 November 2010

S A G K I (Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia ) 2010

PRESS RELEASE
UNTUK DISIARKAN SEGERA (Embedded, Jumat (29/10/2010 pukul 14.00)
http://pujasumarta.multiply.com/journal/item/273/SIDANG_AGUNG_GEREJA_KATOLIK_INDONESIA_2010_2


SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010
“Ia Datang Supaya Semua Memperoleh Hidup Dalam Kelimpahan”
(bdk. Yoh 10:10)
1-5 November 2010
Pada tahun 2010 ini, Gereja Katolik Indonesia akan kembali menggelar Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (“SAGKI”) sebagai pertemuan rutin yang lazim diadakan setiap 5 (lima) tahun sekali. Sebagaimana halnya SAGKI 2000 dan SAGKI 2005 yang lalu, pada SAGKI 2010 ini Gereja Katolik Indonesia kembali menegaskan bahwa Gereja adalah bagian yang tidak terpisahkan dari realitas bangsa Indonesia. Justru dalam konteks Indonesia yang beragam dan plural inilah, Gereja Katolik hendak menyadari dan menghidupi terus-menerus “Wajah Yesus” untuk kemudian terpanggil mewujudnyatakan panggilan perutusan Gereja untuk mewartakan Yesus, Sang Kabar Gembira Keselamatan dalam berbagai lingkup kehidupan. Sejalan dengan semangat SAGKI 2000 untuk mewujudkan dan memberdayakan Komunitas Basis untuk menuju Indonesia Baru dan SAGKI 2005 yang mengusung semangat “Bangkit dan Bergerak untuk membentuk Keadaban Publik Bangsa”, maka SAGKI 2010 menjadi kesempatan Gereja, baik
klerus maupun umat untuk merayakan panggilannya sebagai Gereja Yang Diutus.
Metode Narasi, yakni ”saling menuturkan kisah” dan ”saling mendengarkan kisah” menjadi warna yang khas dalam perayaan iman SAGKI 2010. Inilah inspirasi dari Kongres Misi Asia I yang diselenggrakan di Chiang Mai, Thailand pada tahun 2006 lalu bagi SAGKI 2010. Metode Narasi diyakini sebagai bentuk pewartaan iman paling efektif dan ”khas” untuk orang Asia. Keyakinan ini ditandaskan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam dokumen Ecclesia in Asia pada tahun 1999.
Dalam suasana perayaan yang penuh dengan kekerabatan dan bukan merupakan bentuk refleksi akademis, SAGKI 2010 akan menjadi media yang tepat bagi 385 peserta yang terdiri dari para Uskup, Imam, Biarawan-Biarawati dan Umat yang berasal dari 37 Keuskupan di Indonesia untuk saling menarasikan kisah-kisah karya evangelisasi dan pastoralnya dalam konteks Indonesia. Beragam kisah ”Wajah Yesus”, baik dalam lingkup Gereja lokal, dalam keberagaman umat, dalam konteks sentra-sentra perkotaan, pelosok-pelosok pedesaan, maupun dalam situasi kelompok-kelompok sosial terstruktur maupun yang tercerai berai. Situasi kontekstual yang kompleks tersebut akan terangkum dalam 3 sub tema, yakni “Mencari Wajah Yesus dalam dialog dengan budaya” (hari pertama sesi narasi); “Mengenali Wajah Yesus dalam dialog dengan Agama dan Kepercayaan lain” (hari kedua sesi narasi) dan “Mengenali Wajah Yesus dalam Pergumulan Hidup Kaum Marjinal dan Terabaikan” (hari ketiga
sesi narasi). Sungguh, tiga realitas Wajah Yesus itu sungguh dominan dalam situasi berbangsa dan bernegara kita dewasa ini. Ketiga realitas tersebut menjadi cermin dari situasi kehidupan sosio-budaya, kehidupan sosio religius dan kehidupan sosio ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, wajah-wajah Yesus yang demikian jelas akan memperkaya cara beriman Gereja dan membangkitkan revitalisasi semangat misi Gereja Katolik Indonesia.
Selama sepekan ke depan, Gereja melalui SAGKI 2010 ini akan menjadikan kisah-kisah ”Wajah Yesus” yang disajikan dalam bentuk Narasi Publik maupun Narasi Kelompok, perayaan, doa-doa dan ibadat, Ekaristi, maupun Ekspresi Budaya sebagai sumber kekuatan dan bentara cinta serta damai Kristus di tengah-tengah berbagai prasangka sosial-politik, serangan teror, bencana alam dan bencana buatan manusia. dan dengan keyakinan bahwa melalui Dia, rekonsiliasi itu akan terjadi dan damai yang dirindukan itu akan tercapai.
Harapannya, revitalisasi semangat perutusan para peserta SAGKI 2010 selanjutnya disebarluaskan dan ditularkan ke Keuskupan mereka masing-masing, baik melalui tuturan mereka tentang apa yang mereka alami selama mengikuti SAGKI 2010 maupun melalui dokumen tertulis dan tak tertulis tentang SAGKI 2010. Kekayaan yang dihasilkan SAGKI 2010 diharapkan dimiliki dan dihayati Gereja Indonesia melalui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, antara lain, oleh komisi-komisi Gereja, baik di tingkat nasional (KWI) maupun di tingkat lokal (keuskupan-keuskupan).

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi:
Bapak Eddy Hidayat
(Koordinator Seksi Dokumentasidan Humas SAGKI 2010)
HP: 0856 9237 3004
Email: ediwartawan@yahoo.com ediwartawan%40yahoo.com>

Note:
Jumpa Pers SAGKI 2010:
Hari/Tanggal: Jumat/29 Oktober 2010-10-28
Jam: 14.00 diawali makan siang
Acara: Pemaparan kegiatan oleh Ketua KWI dan Sekum KWI serta Ketum SAGKI 2010 Rm Agus Duka
Tempat: Lantai empat Gedung KWI, Jalan Cut Mutiah, Jakarta Pusat

Bandung, 29 Oktober 2010
Salam, doa 'n Berkat Tuhan,
+ Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal KWI

Selasa, 28 September 2010

SEKEDAR TAHU BOLEH DONK

Bila kita hendak bepergian menggunakan pesawat terbang, pasti akan terbayang bagaimana rasanya bila sudah berada di angkasa:astig:. Nah, bagaimana bila saat naik pesawat terbang kita malah merasa tidak nyaman karena telinga dan kepala kita terasa sakit sekali bahkan rasanya kepala seperti mau pecah:ayokona:?

Apakah normal keadaan ini? Keadaan ini disebut Oklusi Tuba atau adanya sumbatan pada saluran tuba yang berada di telinga. Tuba eustachius / Eusthacian tube adalah saluran yang dimulai dari telinga tengah dan berakhir dibelakang hidung atau didaerah pangkal tenggorok. Saluran ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara di telinga tengah dan tekanan udara di luar. Bila terjadi perbedaan tekanan maka saluran ini akan membuka dan membiarkan udara masuk ke telinga tengah sehingga tekanan menjadi seimbang.

Kapan bisa terjadi perbedaan tekanan tersebut? Kalo kita mau naik pesawat, pada saat pesawat hendak take off atau landing atau ketika pesawat naik turun diudara, telinga kita akan terasa seperti penuh atau buntu atau agak kurang mendengar, ini diakibatkan karena terjadi perbedaan tekanan seperti tadi. Biasanya kita akan langsung merespon dengan menelan ludah sehingga pendengaran kita menjadi normal kembali. Dengan menelan ludah ini akan menyebabkan tuba terbuka dan udara luar dapat masuk ketelinga bagian tengah.

Pada beberapa orang dengan gangguan pada Tuba eustachius atau pada orang yang lagi kena flu/pilek akan terjadi kesulitan untuk menyeimbangkan tekanan tersebut(pada saat pesawat diudara) sehingga udara tidak dapat masuk ke telinga tengah dan berakibat telinga tengah menjadi vakum, pada keadaan seperti ini saluran tuba tadi akan merespon dengan memperkecil ruang telinga tengah dan menarik jaringan sekitarnya agar tekanan agak seimbang, dan respon ini yang menyebabkan rasa nyeri luar biasa seperti kepala mau pecah. Bagaimana solusinya:nggaya:?

Pada orang2 tertentu dengan gangguan pada saluran tuba atau yang lagi kena flu, bila hendak naik pesawat sebaiknya memakai obat tetes hidung yang berfungsi untuk membuka saluran tuba, saat sebelum berangkat (atau bisa juga dengan obat dekongestan oral/diminum), caranya teteskan pada hidung kanan dan kiri, setelah diteteskan kepala harus miring ke arah yang sama selama kurang lebih 5 menit, jadi saat yang ditetesi hidung kanan, maka kepala miring ke kanan agar cairan masuk ke telinga. Bila diatas pesawat lebih dari 8 jam, bisa diulangi cara ini dan dilakukan didalam pesawat.

Agar tuba membuka terus menerus, perbanyaklah menelan ludah, salah satu cara sederhana adalah dengan mengulum permen, karena dengan mengulum permen maka akan keluar ludah dan mau tidak mau kita akan menelan ludah tadi. Karena itu sebelum pesawat take off pasti pramugari akan membagikan permensenyum, kadang permen yang dibagikan oleh pramugari dianggap sebagai bagian dari service dan langsung cepat2 dihabiskan sebelum pesawat take offsengihnampakgigi, padahal idealnya permen tadi dikulum pelan2 selama perjalanan agar kita menelan ludah terus menerus.

Cara lainnya yaitu dengan menguap, karena bila kita menguap maka udara akan keluar dari telinga, sehingga tekanan akan tetap terjaga.

Khusus pada anak2 atau bayi tidak perlu telinga ditutup dengan kapas (cara ini banyak di nasehatkan oleh orang tua) tetapi cukup dengan diberikan minum yang banyak pada saat pesawat di udara, karena dengan menelan, tuba akan terbuka terus menerus. Menutup telinga dengan kapas tidak efektif untuk mengatasi oklusi tuba pada anak, cara ini hanya berguna untuk mengurangi suara bising pesawat. Jadi bila membawa anak kecil naik pesawat dan anaknya mulai rewel sebaiknya diberi minum air atau susu, karena ada kemungkinan dia mengalami oklusi tuba.

Senin, 27 September 2010

BERSIHKAN Ginjal

BERSIHKAN Ginjal ANDA DENGAN HARGA KURANG DARI $ 1,00 Bertahun-tahun berlalu dan ginjal kita menyaring darah dengan membuang garam,racun dan yang tidak diinginkan memasuki tubuh Kita.
Seiring berjalannya waktu, terjadi akumulasi garam dan hal ini memerlukan perawatan pembersihan.

Bagaimana kita akan melakukan ini?
Sangat mudah, pertama-tama ambil seikat peterseli dan cucilah sampai bersih. Kemudian dipotong dalam potongan-potongan kecil dan masukkan ke dalam panci lalu tuangkan air bersih dan didihkan selama sepuluh menit dan biarkan dingin ke bawah dan kemudian saring dan tuangkan dalam botol yang bersih dan simpan di dalam lemari es hingga dingin.Minum satu gelas setiap hari dan Anda akan melihat semua akumulasi garam dan racun lain yang keluar dari ginjal Anda dengan buang air kecil.
Anda juga akan melihat perbedaan yang tidak pernah rasakan sebelumnya.Peterseli dikenal sebagai pengobatan terbaik untuk membersihkan ginjal dan itu ALAMI!

Rabu, 22 September 2010

Katekese tanggungjawab siapa?

Katekese tanggungjawab siapa?
siapa sajakah yang mau terlibat aktif untuk berpartisipasi dalam karya katekese Gereja?"
Panggilan orang beriman itu salah satunya mewartakan kabar gembira, termasuk juga dalam Gereja. Kenyataannya saya sadari juga belum sungguh sungguh menjalankan tugas mewartakan Injil, tetapi seringnya saya masih lebih suka mewartakan diri sendiri: "kalau ide saya tidak diikuti umat, saya masih tersinggung, kalau kotbah saya dikritik, saya lalu cemberut, kotbah misapun kadang-kadang lalai saya siapkan, sehingga kotbahku menjadi monoton dan tidak menyapa, saya mudah menghindar kalau diminta untuk menggantikan katekis mengajar komuni pertama, dsb."
Katekese ditujukan terutama untuk orang yang sudah dibaptis, sementara untuk mereka yang belum dibaptis dinamakan "pra-evangelisasi" . Apapun namanya, tugas katekese adalah salah satu bagian integral yang tak terpisahkan dari tugas Gereja untuk mewartakan, menguduskan dan menggembalakan. Dalam Gereja, ketiga tugas itu pertama-tama menjadi tanggung jawab Uskup sebagai pengganti para rasul (Lih. KV II, LG art 25-27) Sebagai penanggungjawab utama, Uskup itu dipanggil untuk menampilkan Kristus, Sang Sabda, telah mewartakan Injil Kerajaan Allah dengan perkataan dan perbuatan-Nya. Namun Dialah juga Imam Perjanjian Baru yang menguduskan dunia, tidak hanya dengan doa-Nya tapi juga dengan darah-Nya; Kristus jugalah yang menjadi Gembala yang Baik bagi domba-domba-Nya. Tugas pewartaan tidak terpisah dari tugas pengudusan dan tugas penggembalaan.
Dengan cara begitu, justru karena itu, para imam dipanggil untuk "berpartisipasi" dalam imamat sempurna dari Uskup sebagai pengganti para rasul, karena Gereja kita apostolis bukan? Dalam rangka berpartisipasi itulah, para imam juga dipanggil untuk 3 hal yang sama: mengajar, menguduskan dan menggembalakan (lih. KV II, LG art. 28) Maka 3 tugas itu menjadi tanggung jawab utama para pastor paroki (KHK 1983, no. 528 par.1)
Kan. 528 § 1 Pastor Paroki terikat kewajiban untuk mengusahakan agar sabda Allah diwartakan secara utuh kepada orang-orang yang tinggal di paroki; maka hendaknya ia mengusahakan agar kaum beriman kristiani awam mendapat pengajaran dalam kebenaran-kebenaran iman, terutama dengan homili yang harus diadakan pada hari-hari Minggu dan hari-hari raya wajib, dan juga dengan memberikan pembinaan kateketik, dan hendaknya ia membina karya- karya untuk mengembangkan semangat injili, juga yang menyangkut keadilan sosial; hendaknya ia memperhatikan secara khusus untuk pendidikan katolik anak-anak dan kaum muda; hendaknya ia dengan segala upaya, juga dengan melibatkan bantuan kaum beriman kristiani, mengusahakan agar warta Injil menjangkau mereka juga yang meninggalkan praktek keagamaannya atau tidak memeluk iman yang benar.
Berdasarkan kanon itu, bertanggungjawab artinya : menjadi pelopor yang proaktif untuk berjerihpayah mengusahakan dan memikirkan serta mewujudkan karya pewartaan di tengah Gereja dan masyarakat, bersama sama umat beriman dan orang yang berkehendak baik. Bukankah para awam juga dipanggil untuk menjadi "nabi, imam dan raja" (Lih. KV II, LG art. 34-36). Sebaliknya kalau kekurangan terjadi dalam berkatekese sehingga pengetahuan iman umat tentang Ajaran iman Gereja dan penghayatannya melemah, patutlah diakui, pastilah sebagai seorang imam, saya terlibat dalam menentukan kualitas aspek hidup pewartaan di Gereja lokal.
Karena itu, pertanyaannya bukan hanya "siapakah yang bertanggung jawab katekese", tetapi, "siapa sajakah yang mau berkomitmen dan terlibat aktif untuk berpartisipasi dalam karya katekese Gereja?" Mengapa pertanyaannya menjadi "Siapa yang mau terlibat?" Karena katekese sebagai pewartaan Injil sekaligus juga pembinaan iman umat, pertama-tama adalah anugerah Kristus, Sang Guru yang mempercayakan "depositum fidei", yakni kekayaan iman kepada Gereja. Maka proses katekese sebenarnya proses pewarisan iman oleh Kristus dalam kesatuannya dengan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Dengan "mempercayakan kepada Gereja", katekese itu bukan "perintah seperti majikan kepada buruh", tetapi "karya katekese" adalah kepercayaan Kristus yang mendesak untuk ditanggapi orang beriman. Jadi karya katekese sebenarnya juga pilihan orang yang mau beriman sungguh-sungguh: tidak hanya mengungkapkan imannya dalam doa, tapi bersedia mendengarkan Sabda dan melaksanakannya.
Benarlah kata St Paulus, "Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil" (1Kor 9:16) . Santo Paulus merasa terdesak, dan merasa hidupnya sia-sia kalau tidak menjadi pewarta. Kata-kata yang hidup itu berakar pada pertobatan radikalnya, dari seorang pengejar dan pembunuh para pengikut Kristus menjadi pribadi yang tangguh untuk mewartakan keselamatan yang dat a ng dari Allah dalam peristiwa hidup Yesus. Itulah komitmen yang bersemi, tumbuh dan berkembang begitu subur dan kokoh karena Paulus bangga akan identitasnya sebagai pribadi yang diselamatkan dengan cuma-Cuma oleh darah Kristus, dan ia yakin akan nilai "pengosongan diri Kristus" yang taat sampai mati di salib dan kebangkitan-Nya sehingga kuatlah dasar iman kita. Dengan keyakinan itu, kita pun tidak lagi hanya bertanya, "Siapakah yang bertanggung jawab dalam berkatekese?" tetapi apakah aku sampai pada komitmen yang gigih seperti Santo Paulus, "Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil?"

Jumat, 17 September 2010

Catechismus Catholicse Ecclesiae

PROOEMIUM

« Pater, [...] haec est autem vita aeterna, ut cognoscant Te solum verum Deum et, quem misisti, Iesum Christum » (Io 17,3). Salvator noster Deus « omnes homines vult salvos fieri et ad agnitionem veritatis venire » (1 Tim 2,3-4). « Nec enim nomen aliud est sub caelo datum in hominibus, in quo oportet nos salvos fieri » (Act 4,12), nisi Nomen Iesu.

I. Vita hominis – Deum cognoscere Illumque amare

1 Deus, in Se Ipso infinite perfectus atque beatus, secundum purae bonitatis propositum, hominem libere creavit, ut illum vitae Suae beatae efficeret participem. Quare Ipse omni tempore et in omni loco homini fit propinquus. Hominem Deus vocat et adiuvat ut Eum quaerat, cognoscat atque totis viribus diligat. Omnes homines, peccato dispersos, in unitatem convocat familiae Suae, quae est Ecclesia. Ad id efficiendum, Suum misit Filium tamquam Redemptorem et Salvatorem, cum tempora sunt impleta. In Ipso et per Ipsum homines Deus vocat ut in Spiritu Sancto filii Eius fiant adoptivi atque ideo heredes Eius vitae beatae.

2 Ut haec vocatio in toto resonaret orbe, Christus Apostolos misit, quos elegerat, illis Evangelii nuntiandi praebens mandatum: « Euntes ergo docete omnes gentes, baptizantes eos in nomine Patris et Filii et Spiritus Sancti, docentes eos servare omnia, quaecumque mandavi vobis. Et ecce ego vobiscum sum omnibus diebus usque ad consummationem saeculi » (Mt 28,19-20). Apostoli, huius missionis virtute, « profecti praedicaverunt ubique, Domino cooperante et sermonem confirmante, sequentibus signis » (Mc 16,20).

3 Illi qui, Deo iuvante, hanc vocationem Christi acceperunt eique libere responderunt, impulsi sunt et ipsi Christi amore ad Bonum Nuntium ubique terrarum proclamandum. Hunc thesaurum, quem ab Apostolis acceperant, eorum successores fideliter servaverunt. Christifideles vocantur omnes ut illum de generatione in generationem transmittant, fidem annuntiantes, ex ea in communione fraterna viventes eamque in liturgia et precibus celebrantes.14

II. De fide transmittenda – De catechesi

4 Cito catechesis est appellata nisuum summa in Ecclesia susceptorum ut discipuli arcesserentur, ut homines iuvarentur ad credendum Iesum esse Filium Dei idque credentes vitam haberent in nomine Eius, ut iidem educarentur et in hac vita instituerentur et sic corpus Christi aedificaretur.15

5 « In universum affirmari potest catechesim esse educationem in fide impertiendam pueris, iuvenibus, adultis, potissimum per institutionem doctrinae christianae, quae plerumque cohaerenti fit via atque ratione, eo nempe consilio ut credentes christianae vitae plenitudini initientur ».16

6 Quin cum ipsis confundatur, catechesis cum pluribus aliis elementis missionis pastoralis Ecclesiae conectitur, quae rationem quamdam catecheticam prae se ferunt, catechesim ipsam praeparant aut ex illa manant. Ut sunt: prima Evangelii annuntiatio seu missionalis praedicatio ad fidem excitandam; argumentorum ad credendum inquisitio; vitae christianae experientia; sacramentorum celebratio; in ecclesialem communitatem insertio; apostolicum et missionale testimonium.17

7 « Patet autem catechesim cum omni vita Ecclesiae arcte coniungi atque conecti. Ex ipsa enim potissimum pendet non solum disseminatio Ecclesiae per loca eiusque auctus per numeros, verum multo magis interius Ecclesiae incrementum eiusque convenientia cum Dei consilio ».18

8 Tempora in quibus Ecclesia renovatur, sunt etiam tempora, quibus catechesis insigni traditur ratione. Sic, in magna Patrum Ecclesiae percipitur aetate, sanctos nempe Episcopos in suo ministerio catechesi magni momenti tribuisse partes. Tales enim sanctus Cyrillus Hierosolymitanus, sanctus Ioannes Chrysostomus, sanctus Ambrosius, sanctus Augustinus atque plures alii habentur Patres, quorum opera catechetica exemplo esse pergunt.

9 Ministerium catecheticum vires semper in Conciliis haurit renovatas. Ad hoc quod attinet, Concilium Tridentinum exemplum habetur efferendum: etenim catechesi in suis decretis priores tribuit partes; in illo Catechismus Romanus suam invenit originem, qui etiam eius nomine insignitur et opus est praestantissimum tamquam doctrinae christianae compendium; illud in Ecclesia dispositionem pro catechesi tradenda suscitavit notatu dignam; atque etiam impulit ut plures catechismi, opera sanctorum Episcoporum ac theologorum, veluti sancti Petri Canisii, sancti Caroli Borromeo, sancti Turibii de Mogrovejo vel sancti Roberti Bellarmino, ederentur.

10 Inde mirum non est, in motu a Concilio Vaticano II inducto (quod quidem Concilium Paulus Papa VI tamquam magnum temporis hodierni habuit catechismum), Ecclesiae catechesim iterum mentes ad se convertisse. Directorium generale catecheticum anno 1971 editum, coetus Synodi Episcoporum evangelizationi (1974) et catechesi (1977) dicati, adhortationes apostolicae Evangelii nuntiandi (1975) et Catechesi tradendae (1979), quae illis coetibus respondent, idipsum testantur. Coetus extraordinarius Synodi Episcoporum, anno 1985 celebratus, rogavit: « Valde communiter desideratur Catechismus seu compendium totius doctrinae catholicae, tam de fide quam de moribus conscribendum ».19 Summus Pontifex Ioannes Paulus II huic Synodi Episcoporum voto sese sociavit, id nempe agnoscens: « Desiderium omnino respondet verae necessitati Ecclesiae universalis et Ecclesiarum particularium ».20 Sedulo est adnisus ut hoc Patrum Synodi desiderium in rem duceretur.

III. De huius Catechismi fine atque de illis ad quos ipse dirigatur

11 Scopus huius Catechismi est organicam atque syntheticam offerre expositionem essentialium et fundamentalium doctrinae catholicae de fide et moribus argumentorum sub luce Concilii Vaticani II necnon totius Ecclesiae Traditionis. Sacra Scriptura, sancti Patres, liturgia et Ecclesiae Magisterium praecipui eius sunt fontes. Ad id vero destinatur ut « quasi punctum referentiae sit pro catechismis seu compendiis quae in diversis regionibus componentur ».21

12 Hic Catechismus ad eos praecipue dirigitur qui catechesis officii sponsores habentur: imprimis ad Episcopos quatenus fidei doctores et Ecclesiae sunt Pastores. Illis offertur tamquam instrumentum pro eorum officio adimplendo Dei populum edocendi. Per Episcopos ad illos ulterius dirigitur qui catechismos redigunt, ad presbyteros et ad catechistas. Eius autem lectio omnibus aliis christifidelibus utilis etiam erit.

IV. De huius structura Catechismi

13 Huius Catechismi dispositio magnam catechismorum sequitur traditionem, secundum quam catechesis circa quattuor struitur « fundamentales columnas »: baptismalis scilicet Professionem fidei (Symbolum), fidei sacramenta, vitam secundum fidem (Mandata), credentis orationem (« Pater noster »).

Pars prima: Professio fidei

14 Illi qui per fidem et Baptismum sunt Christi, fidem coram hominibus confiteri debent baptismalem.22 Propterea Catechismus imprimis exponit in quo consistant Revelatio, per quam Deus ad hominem Se vertit eique Se donat, et fides, qua homo Deo respondet (sectio prima). Fidei Symbolum dona colligit compendio, quae Deus, ut omnis boni Auctor, ut Redemptor, ut Sanctificator, homini largitur eaque circa nostri Baptismi « tria capita » disponit - est enim fides in unum Deum: Patrem omnipotentem, Creatorem; et Iesum Christum, Eius Filium, Dominum et Salvatorem nostrum; et Spiritum Sanctum, in sancta Ecclesia (sectio secunda).

Pars secunda: Fidei sacramenta

15 Secunda Catechismi pars exponit quomodo Dei salus, semel pro semper a Christo Iesu atque a Spiritu Sancto peracta, in actionibus sacris liturgiae Ecclesiae reddatur praesens (sectio prima), praesertim vero in septem sacramentis (sectio secunda).

Pars tertia: Vita ex fide

16 Catechismi tertia pars hominis ad Dei imaginem creati ultimum ostendit finem: beatitudinem viasque ad illam perveniendi: per rectum nempe et liberum agendi modum adiumento Legis et gratiae Dei (sectio prima); per modum agendi qui duplex in rem deducit caritatis mandatum quod in decem Dei mandatis explicatur (sectio secunda).

Pars quarta: Oratio in vita ex fide

17 Pars Catechismi postrema de sensu et momento agit orationis in credentium vita (sectio prima). Ipsa per brevem septem postulationum dominicae Orationis clauditur commentarium (sectio secunda). In illis enim summam invenimus bonorum, quae et nos sperare debemus et Pater noster caelestis nobis impertire vult.

V. Pro huius Catechismi usu practicae animadversiones

18 Hic Catechismus ut totius fidei catholicae concipitur organica expositio. Propterea tamquam unum quid legendus est. Eo quod lector in margine textus saepe ad alios remittitur locos (per numeros typis minoribus compositos qui se ad alias referunt paragraphos de eadem re agentes), et ope indicis analytici in extremo volumine positi, fit ut unumquodque argumentum in sua cum fidei summa conspici possit coniunctione.

19 Saepe sacrae Scripturae textus litteraliter non afferuntur, sed mera ad illos (per « cf ») in nota fit allegatio. Pro talium locorum profundiore intellegentia ad textus ipsos accedere oportet. Hae biblicae allegationes pro catechesi sunt laboris instrumentum.

20 Litterarum minorum usus quibusdam in locis indicat de historicae vel apologeticae indolis agi notationibus, vel de expositionibus doctrinalibus complementariis.

21 Allegationes litteris minoribus expressae fontium patristicorum, liturgicorum, magisterialium et hagiographicorum ad expositionem doctrinalem ditandam ordinantur. Hi textus pro usu directe catechetico saepe sunt selecti.

22 In fine cuiusque argumenti unitatem quamdam constituentis, textuum brevium series, per formulas concisas, doctrinae essentialia comprehendunt. Haec « compendia » intendunt locali catechesi praebere suggestiones pro formulis syntheticis et aptis quae memoriae mandentur.

VI. Necessariae accommodationes

23 Hic Catechismus in expositione insistit doctrinali. Ipse enim auxilium afferre intendit ut fides profundius cognoscatur. Eo ipso ad id dirigitur ut haec ad maturitatem perducatur fides, ut in vita altiores agat radices atque ut in testimonio exhibito eluceat.23

24 Propter ipsum scopum ab eo intentum, hic Catechismus non quaerit expositionis et methodorum catecheticarum peragere accommodationes, quae a diversitate culturarum, aetatum, spiritualis maturitatis, socialium et ecclesialium habitudinum eorum postulantur, ad quos dirigitur catechesis. Hae prorsus necessariae accommodationes ad peculiares pertinent catechismos, et adhuc amplius ad eos qui christifideles instituunt.

« Qui docendi munus exercet, omnia omnibus efficiatur, ut et omnes Christo lucrifaciat [...]. Neque vero unius tantum generis homines fidei suae commissos esse arbitretur, ut praescripta quadam et certa docendi formula erudire, atque ad veram pietatem instituere aeque omnes fideles possit: sed cum alii veluti modo geniti infantes sint, alii in Christo adolescere incipiant, nonnulli vero quodammodo confirmata sint aetate, necesse est diligenter considerare, quibus lacte, quibus solidiore cibo opus sit [...]. Id vero Apostolus [...] observandum indicavit [...] ut videlicet intelligerent qui ad hoc ministerium vocati sunt, ita in tradendis fidei mysteriis, ac vitae praeceptis doctrinam ad audientium sensum atque intelligentiam accommodari oportere ».24

Super omnia – caritas

25 Ad hanc praesentationem concludendam in memoriam expedit revocare hoc pastorale principium quod Catechismus Romanus profert:

« Haec nimirum est via illa excellentior, quam [...] Apostolus demonstravit, cum omnem doctrinae et institutionis suae rationem ad charitatem, quae numquam excidit, dirigeret. Sive enim credendum, sive sperandum, sive agendum aliquid proponatur, ita in eo semper charitas Domini nostri commendari debet, ut quivis perspiciat omnia perfectae christianae virtutis opera non aliunde quam a dilectione ortum habere, neque ad alium finem, quam ad dilectionem referenda esse ».25

(14) Cf Act 2,42.

(15) Cf Ioannes Paulus II, Adh. ap. Catechesi tradendae, 1: AAS 71 (1979) 1277-1278.

(16) Ioannes Paulus II, Adh. ap. Catechesi tradendae, 18: AAS 71 (1979) 1292.

(17) Cf Ioannes Paulus II, Adh. ap. Catechesi tradendae, 18: AAS 71 (1979) 1292.

(18) Ioannes Paulus II, Adh. ap. Catechesi tradendae, 13: AAS 71 (1979) 1288.

(19) Synodus Episcoporum, Coetus extraordinarius, Ecclesia sub Verbo Dei mysteria Christi celebrans pro salute mundi. Relatio finalis II, B, a, 4 (E Civitate Vaticana 1985) p. 11.

(20) Ioannes Paulus II, Allocutio Synodo extraordinaria exeunte ad Patres congregatos habita (7 decembris 1985), 6: AAS 78 (1986) 435.

(21) Synodus Episcoporum, Coetus extraordinarius, Ecclesia sub Verbo Dei mysteria Christi celebrans pro salute mundi. Relatio finalis II, B, a, 4 (E Civitate Vaticana 1985) p. 11.

(22) Cf Mt 10,32; Rom 10,9.

(23) Cf Ioannes Paulus II, Adh. ap. Catechesi tradendae, 20-22: AAS 71 (1979) 1293-1296; Ibid., 25: AAS 71 (1979) 1297-1298.

(24) Catechismus Romanus seu Catechismus ex decreto Concilii Tridentini ad parochos, Pii V Pontificis Maximi iussu editus, Praefatio, 11: ed. P. Rodríguez (Città del Vaticano-Pamplona 1989) p. 11.

(25) Catechismus Romanus, Praefatio 10: ed. P. Rodríguez (Città del Vaticano-Pamplona 1989) p. 10.


top

Kamis, 16 September 2010

Tautan yang patut anda kunjungi

http://pijatbagus.wordpress.com/category/terapi-pijat/
http://pijatkeluargasehat.wordpress.com/category/pijat-info/
http://greselt1.blogspot.com/2009/09/terapi-listrik.html
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3936118
http://www.google.com/ig
http://blog.sabda.org/2010/06/10/metode-pa-topikal/
http://www.parokikristoforus.org/prt.asp?PageNum=4
http://katedralbandung.org/
http://jakartacity.olx.co.id/terapi-kesehatan-refleksi-dan-akupresur-dan-terapi-arus-listrik-ala-widy-husada-iid-120277983
http://jakartacity.olx.co.id/terapi-arus-listrik-iid-120281089
http://www.olx.co.id/myolx/myolx.php?x=1
http://jakartacity.olx.co.id/terapi-pijat-listrik-iid-120286917

Kamis, 27 Mei 2010

Teks Lagu Rohani

Di hening kidung sabdaMu

Di hening kidung sabdaMu
Terbentang damai tenang
Di ambang kasih cintaMu
Imanku ingin pulang

Kidung sabdaMU membagi tenang
Nyanyikan lagi akan ku dengar

Kitab Tobit

Kitab Tobit adalah salah satu kitab yang termasuk dalam kanon Alkitab yang diakui oleh Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks, yang dinyatakan kanonik oleh Konsili Karthago pada 397 dan dikukuhkan oleh Gereja Katolik Roma pada Konlisi Trente (1546). Gereja-gereja Protestan menolak kanonisitas kitab ini

Sabtu, 22 Mei 2010

Sejarah Terbentuknya Pro Diakon Paroki

Bertambahnya jumlah umat katolik yang begitu pesat dari tahun ke tahun tidak sebanding dengan jumlah imam. Kurangnya tenaga imam sangat dirasakan saat perayaan ekaristi pada hari minggu, baik untuk membagikan komuni kepada umat maupun untuk kegiatan-kegiatan liturgi lainnya.
Memperhatikan dan mencermati keadaan demikian, maka tahun 1966 Yustinus Kardinal Darmayuwana (pada waktu itu Uskup Agung Semarang) mengajukan permohonan ijin ke Roma melalui Propaganda Fide. Konggregasi untuk Penyebaran Iman, agar Uskup diperkenankan menunjuk beberapa pelayan awam yang dinilai pantas untuk membantu Imam membagikan komuni baik di dalam maupun di luar Perayaan Ekaristi.
Konggregasi Propaganda Fide menanggapi secara positif permohonan itu dan memberi ijin ad experimentum (=untuk percobaan) selama 1 (satu) tahun, dan apabila dirasa perlu dan berjalan dengan baik ijin dapat diperpanjang. Dalam perjalanan waktu dirasakan bahwa para pembantu imam ini semakin besar peranannya, sehingga Propaganda Fide memberi ijin untuk melanjutkan bentuk pelayanan ini dan hal tersebut berlaku hingga sekarang.
Pada mulanya para awam yang dipilih dan bersedia membantu imam ini dinamakan “Diakon Awam”. Kata “diakon” bukan jabatan mulia, melainkan jabatan yang hina. Tetapi pada jaman para rasul, istilah itu diangkat artinya, kata diakonos mendapat arti baru.
Diakon diangkat menjadi suatu jabatan yang mulia, karena yang dilayani adalah Tubuh Kristus, yaitu jemaat. “Diakon Awam” adalah awam yang menerima tugas dari Uskup, bukan “expotestate ordinis” atau “jurisdictionis” (berkat kuasa tahbisan atau hukum), melainkan berkat anugerah istimewa gereja melalui Konggregasi Propaganda Fide.
Akhir tahun 1983, nama “Diakon Awam” digandi menjadi “Diakon Paroki”, karena dirasakan bahwa istilah “Diakon Awam” kurang tepat. Pengertian “diakon” lebih tepat dikenakan kepada seseorang yang telah ditahbiskan (=tertahbis) dan karena tahbisannya itu ia bukan lagi seorang “awam”. Dia termasuk klerus. Dalam istilah “Diakon Paroki” kecuali kata “Awam” dihilangkan, juga jangkauan tugasnya dirinci jelas. Diakon Paroki bukan Diakon Tertahbis, tetapi diharapkan dapat menjalankan tugas yang sebenarnya menjadi tugas Diakon Tertahbis. Kalau Diakon Tertahbis bersifaf kekal dan universal, maka diakon paroki bersifat sementara dalam menjalankan tugasnya dan bertugas dalam lingkup paroki tertentu. Masa tugas umumnya tiga tahun dan dapat diperpanjang.
Dalam rapat Konsultores Keuskupan Agung Semarang pada tanggal 5-6 Agustus 1985 di Girisonta diputuskan bahwa istilah “Diakon Paroki” diubah menjadi “Prodiakon Paroki”. Istilah Prodiakon Paroki berarti seseorang yang menjalankan tugas diakon dalam lingkup paroki. Prodiakon Paroki berarti seseorang yang menjalankan tugas diakon dalam lingkup paroki. Prodiakon Paroki diangkat oleh Uskup atas usul Pastor Paroki untuk menerimakan komuni, memimpin upacara pemakaman, dan lain-lain. Dalam menjalankan tugasnya, Prodiakon Paroki tergantung pada pastor paroki. Dalam perkembangan waktu nampak jelas bahwa kehadiran Prodiakon Paroki sangat diperlukan oleh gereja dan dapat diterima oleh umat dengan baik.
Di Keuskupan Agung Jakarta pembentukan Prodiakon Paroki direstui bahkan dianjurkan oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Leo Soekoto, karena didasari manfaat dan kegunaannya. Kebijaksanaan ini dilanjutkan oleh Uskup Agung Jakarta yang sekarang, Yulius Kardinal Darmaatmadja, sehingga semakin banyak paroki yang memiliki Prodiakon Paroki.

Rabu, 19 Mei 2010

CONTOH LITURGI MIDODARENI (MALAM MENJELANG NIKAH)

Perlengkapan yang hendaknya dipersiapkan :

Altar untuk ibadat sabda
Meja
Taplak Putih
Salib
Lilin
Vas dan bunga hidup (Jika ada)

Air Suci
Hisop (untuk perecikan)

Liturgi Menjelang
Pahargyan Nikah

PEMBUKAAN
Rangkaian acara secara protokoler dibuka oleh pembawa acara atau yang ditunjuk dari pihak keluarga atau ketua lingkungan.

LAGU PEMBUKAAN
Lagu pembukaan yang sesuai Misalnya PS 498

† Dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
U Amin.
P Rahmat dan damai sejahtera dari Allah turun atas rumah ini dan atas kita semua yang berkumpul demi nama-Nya.
U Sekarang dan selama-lamanya.

TEMA
Pemimpin ibadat menjelaskan tema dan maksud ibadat ini, Sebagai contoh seperti berikut:

P Malam ini adalah malam suci bagi kita semua. Lebih-lebih bagi calon pengantin, khususnya bagi Sigit dan Sari yang besok pagi akan saling menerimakan sakramen perkawinan. Pada malam ini kita mohon berkat Tuhan, mohon doa restu dari para malaikat, kepada para leluhur dan juga mohon restu kepada orang tua ke-dua mempelai.
Agar ibadat kita diterima Tuhan marilah kita memeriksa batin dan mengakui dengan rendah hati segala kekurangan, kesalahan dan dosa-dosa kita.

Hening sejenak
P/U Saya mengaku ……….



Tuhan Kasihanilah Kami (di daras atau dilagukan)
P Semoga Allah Yang Maha Kuasa mengasihi kita, mengampuni dosa kita dan menghantar kita ke hidup yang kekal.
U Amin.

DOA PEMBUKAAN
Kalau buku panduan cukup, Doa Pembukaan dianjurkan didoakan bersama, bila tidak, cukup oleh pemimpin ibadat.

P/U Allah Yang Maha Pengasih, sumber cinta sejati dan sumber kebahagiaan keluarga, kami bersyukur atas cinta yang telah Engkau tumbuhkan dalam hati ke-dua mempalai. Sudilah Engkau hadir bersama para kudus dan para malaikat Surga untuk memberkati saudara kami Cornelia Septihapsari, Dengan Yohanes Baptis Sigit Maryanto, sebagaimana dulu Engkau datang dan memberkati pengantin di Kana lewat Tuhan Kami Yesus Kristus. Dialah Tuhan pengantara kami yang bersama de ngan Dikau dan Roh Kudus, hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.

LITURGI SABDA

Bacaan I
(dibacakan oleh salah satu dari mempelai atau salah satu dari hadirin). Alternatif bacaan : Tobit “Perkawinan Tobia dan Sara”, atau dari kutipan berikut :
Rm. 12:1-2.9-18; 1 Kor. 12 31-13:8; Kol. 3:12-17.

Pembacaan dari Kitab Tobit tentang perkawinan Tobia dan Sara

Tobit dan hana istrinya, serta Tobia , anak tunggal mereka, ikut tertawan dibawa ke babel. Di sana Tobit banyak mendapat cobaan: sakit, matanya buta dan hidup serba kekurangan. Hana yang tidak biasa hidup berat mengeluh.
Tobia susah sekali, lalu memanggil Tobia anaknya, dan diberitahu, sesungguhnya aku masih mempunyai harta banyak, saya titipkan pada Gabael, saudaraku, di tanah Media. Maka pergilah ke sana dan mintalah harta itu.
Tobia berangkat dihantar oleh Malaikat Rafael, yang menampakkan diri sebagai seorang pemuda bernama Azarya. Ketika menyeberangi sungai Tigris, Tobia menangkap ikan besar. Ikan itu ajaib dan berkhasiat: empedunya bisa digunakan sebagai obat, dan hatinya dapat digunakan sebagai pengusir setan. Atas nasehat Azarya,Tobia menyimpan empedu dan hati ikan itu.
Perjalanan mereka sudah masuk wilayah Media mendekati kota Ekbatana. Di situ ada keluarga terhormat masih keluarga Tobit, namanya Raguel. Raguel mempunyai anak perempuan tunggal, namanya Sara. Dia gadis yang rupawan, cerdas dan menjadi buah bibir kaum muda di kotanya.
Sara sudah pernah diperistrikan oleh tujuh laki-laki, tetapi semuanya mati pada malam pertamanya, karena Sara dikuasai oleh Asmodeus, setan penghancur. Ketujuh laki-laki itu mati dibunuh Asmodeus ketika mau menghampiri Sara.
Azarya membujuk Tobia supaya meminang Sara, tetapi Tobia takut kalau mengalami nasip seperti ketujuh laki-laki yang memperistri Sara sebelumnya. Tetapi Azarya berkata “jangan takut ! Sebelum pergi tidur, berdoalah bersama-sama dengan Sara, bakarlah hati ikan yang kamu bawa itu, maka setan Asmodeus akan enyah darinya.” Maka Tobia meminang Sara dan Raguel-pun me restuinya.
Malam itu sebelum pergi tidur, Tobit membakar hati ikan dan berdoa bersama Sara, setan Asmodeus ketakutan, lalu melarikan diri ketanah gersang di kawasan mesir, malaikat Rafael mengejar dan membelenggunya.
Keesokan harinya Tobia dan Sara didapati selamat. Orang tua Sara sangat berbahagia, lalu mengadakan perjamuan besar. Gabael dan Raguel-pun diundang, sekaligus membawa harta Tobit untuk diserahkan kepada Tobia.

L Demikianlah Sabda Tuhan
U Syukur Kepada Allah


Mazmur Tanggapan (atau Lagu antar bacaan)

Reff: Berbahagialah yang mendiami Rumah Tuhan

Berbahagialah orang yang takwa kepada Tuhan,
Yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya.
Apabila engkau menikmati hasil jerih payahmu,
Berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu.

Istrimu akan menjadi laksana pohon anggur subur
Yang ada di dalam rumahmu
Anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun
Di sekeliling mejamu.

Sunguh demikianlah akan diberkati Tuhan,
Orang laki-laki yang takwa hidupya.
Kiranya Tuhan memberkati engkau dari Sion
Boleh melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu.

BACAAN INJIL (Alternatif Bacaan: Yoh. 2:1-11; Mat 5 :13-36;
Yoh. 15:9-12)

P Tuhan Sertamu
U Dan sertamu juga
P Inilah Injil Yesus Kristus Menurut Santo Yohanes
Yoh. 2:1-11
……………………
P Berbahagialah orang yang mendengarkan Sabda Tuhan, dan tekun melaksanakanya. (3 5 6..6 5 67 6 …)
U Sabdamu adalah jalan, kebenran dan hidup kami
(3 5 6 6 56 7 6)
P Demikianlah Sabda Tuhan
U Terpujialh Kristus

HOMILI
Bila dikehendaki ada CATUR WEDA maka sebelum homili didahului dengan Catur Weda. Kalau ada acara pelepasan masa lajang dan suapan terakhir bisa ditempatkan setelah Homili.
SYAHADAT PARA RASUL

PEMBERKATAN MEMPELAI
Mempelai didampingi orang tua mempelai mempersiapkan diri. Pemberkatan diawali dengan Litani Para Kudus.

LITANI PARA KUDUS

Tuhan Kasihanilah kami ( 1 6 66 66 65 60 )
Tuhan Kasihanilah kami
Kristus Kasihanilah kami
Kristus Kasihanilah kami
Tuhan Kasihanilah kami
Tuhan Kasihanilah kami

Santa Maria, Bunda Alah (1 2 7) Doakanlah kami (77 6 711)
Santo Mikael, Gabriel dan Rafael
Para Malaikat Alah yang kudus
Santo Yosef
Santo Yohanes Pembaptis
Santo Petrus dan Paulus
Santo Andreas
Santo Yohanes
Santa Maria Magdalena
Santo Stefanus
Santo Laurentius
Santo Ignatius dari Antiokia
Santa Agnes
Santa Perpetua dan Felicitas
Santo Gregorius
Santo Agustinus
Santo Atanasius
Santo Basilius
Santo Martinus
Santo Benediktus
Santo Fransiskus dan Dominikus
Santo Franciscus Xaverius
Santo Yohanes Maria Vianney
Santa Theresia
Santa Catarina dari Siena
Santo Paulus dan Santa Maria
Santo …. (Nama pelindung mempelai pria, bila belum disebut)
Santa ( Cornelia)( Nama pelindung mempelai wanita, bila belum disebut)
Semua orang kudus

Kristus dengarkanlah kami
Kristus dengarkanlah kami
Kristus kabulkanlah doa kami
Kristus kabulkanlah doa kami

DOA BERKAT

P Saudara terkasih, marilah kita mohon berkat bagi calon pengantin supaya Allah Yang Maha pengasih memberi berkat kepadanya.
P Ya Bapa Yang Maha Baik, atas kerahiman-Mu keduanya Kau angkat menjadi mitra-Mu dalam melangsungkan karya-Mu, mencipta, melindungi, memelihara, mendidik dan membina manusia baru dalam satu ikatan keluarga.
U Amin
P Panggilan hidup keluarga merupakan tugas mulia, namun kami yakin, ya Tuhan bahwa Engkau pasti berkenan memberi berkat dan karunia yang melimpah supaya mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
U Amin
P Engkau selalu menjaga hidup anak-Mu, maka agar mereka dapat mengalahkan dan menundukkan kecenderungan percekcokan dan pertengkaran, dengki, iri hati, percabulan dan egoisme, malas dan pemborosan , dusta dan penipuan, ketidak adilan dan ketidak-jujuran, semua sifat yang merusak kebahagiaan. Maka dari itu, dengan rendah hati kami mohon berkatilah ……. yang akan menerima sakramen Pernikahan … (Hari tanggal : besok Sabtu) agar dapat setia memenuhi panggilan-Mu
U Amin
P Pertolongan kita pada nama Tuhan
U Yang menciptakan langit dan bumi
P Tuhan kabulkanlah doaku
U Dan seruanku sampaikanlah di hadapan-Mu

DOA ORANG TUA MEMPELAI
Orang tua mempelai menumpangkan tangan pada bahu mempelai

OT Ya Allah Bapa Yang Maha Pengasih, Engkau Maha Bijaksana dan Maha Kuasa. Kami sebagai orang tua, saat ini dimalam midodareni ini kami mohon berkat-Mu untuk anak-anak kami yang akan membentuk keluarga baru, yakni Tanti dan Bosco boleh menjalani Sakramen Perkawinan.
Tolong dan bantulah mereka, agar didalam membangun keluarga yang baru ini, Engkau selalu hadir dan campur tangan-Mu atas keluarga mereka dapat menjadi keluarga yang bahagia, keluarga kristiani yang sejati, keluarga yang hidup bukan hanya dirinya sendiri, tetapi sebagai keluarga ditengah masyarakatnya, sehingga dengan keluarganya, Gereja hadir secara nyata. Semoga kerukunan selalu ada dalam keluarganya, rejeki yang cukup untuk kesejahteraan keluarganya, jauhkanlah mereka dari cobaan dan godaan yang akan meruntuhkan bangunan keluarga yang dibentuknya.

(Tangan orang tua dilepaskan dari bahu mempelai)

Bantulah kami selama menyongsong peristiwa penting ini, restuilah kami selama masa persiapan ini, berkatilah kami semua yang ikut ambil bagian dalam melaksanakan perhelatan ini. Semoga kami semua berkerja sama dengan baik, dan ambil bagian secara aktif demi keberhasilan perayaan nanti.
Semoga kebersamaan dalam menyiapkan dan melaksanakan peristiwa penting ini semakin meningkatkan persekutuan kasih antar kami.
U Amin
BERKAT DAN PERECIKAN
Prodiakon berdoa sambil mengangkat tangan bagi mempelai.

P Marilah berdoa
Allah yang Maha Pengasih, kami tahu bahwa hidup keluarga itu adalah panggilan yang luhur dan terhormat, karena melalui perkawinan, Engkau angkat mereka menjadi rekan kerja dalam penciptaan manusia baru dan mengasuhnya dengan penuh kasih. Kami mohon sudilah memberkati mempelai ini. Semoga kelak menjadi Bapak dan Ibu yang baik bagi keluarga dan anak-anak mereka. Semoga mereka saling memahami satu sama lain dalam membangun keluarga Katolik sejati.
Semoga para kudus merestui mereka dalam membangun keluarga, dan para malaikat agung mendampingi dan menjaga langkah mereka agar terbebas dari segala cobaan yang merong-rong keluarga mereka.
Berkatilah mempelai ini sehingga boleh meneladani keluarga Nasaret, yakni ST. Yosef dan Maria yang menghantarkan keselamatan bagi keluarga dan sesamanya demi Kristus Tuhan dan pengantara kami

U Amin
kemudian prodiakon mereciki mempelai dengan air suci

BAPA KAMI

P Saudara-sudari terkasih marilah kita menyatukan dan menyempurnakan doa-doa kita ini dengan doa yang diajarkan Tuhan kita Yesus Kristus.
P/U Bapa Kami …..
P Ya Bapa selalu jadilah kehendak-Mu, sebab itulah satu-satunya pedoman hidup kami. Semoga kami tak henti-hentinya berusaha supaya kehendakmu benar-benar terlaksana di-dalam diri kami sendiri, di dalam keluarga dan lingkungan hidup kami, sementara kami menantikan dengan rindu kedatangan penyelamat kami, Yesus Kristus.
U Sebab Engkaulah raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya.

Doa Penutup (Spontan)

PENGUMUMAN
Hendaknya pengumuman ditempatkan sebelum berkat pengutusan.


BERKAT PENGUTUSAN
Bila disediakan hidangan/makan sekaligus doa makan

P Tuhan sertamu
U Dan sertamu juga
P Semoga berkat Allah Yang Maha Kuasa selalu menerangi hidup kita.
V Dalam Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus.
U Amin.
P Dengan demikian Ibadat kita dalam rangka Midodareni sudah selesai
U Syukur kepada Allah
P Marilah kita pergi untuk diutus
A Amin.

LAGU PENGUTUSAN (Misal PS. 620)

Minggu, 28 Maret 2010

Kegiatan Yesus setelah mengusir setan


Mrk 1:29-39 mengisahkan kegiatan Yesus sehabis mengajar dan mengusir roh dari orang yang kerasukan pada pagi hari yang sama (Mrk 1:21-28). Sore hari itu, di rumah Simon dan Andreas, ia menyembuhkan ibu mertua Simon yang menderita demam. Petang harinya, ia sibuk menyembuhkan orang-orang lain dari penyakit dan kerasukan setan. Keesokan harinya, pagi-pagi buta, ia pergi berdoa di tempat terpencil. Ketika Simon dkk. menemukannya dan mengatakan bahwa banyak orang mencarinya, Yesus malah mengajak mereka pergi ke kota-kota di sekitarnya untuk "mewartakan Injil" - maksudnya membawakan berita yang bakal membuat orang merasa lega. Untuk itulah ia datang, kata Yesus sendiri.

Markus sengaja menaruh kegiatan Yesus dalam kerangka siang hari, sore, petang, dan pagi hari esoknya. (Kerangka ini diikuti dalam Luk 4:31-44; Matius tidak memakainya.) Irama kehidupan itu mengikuti irama alam, khususnya matahari. Dalam masyarakat dulu, kegiatan mencari nafkah selesai pada saat matahari terbenam. Setelah itu, di lingkungan orang Yahudi saleh, waktu petang dan malam dipakai untuk mendalami Taurat, membaca kehidupan lewat teks-teks sakral. Pada hari Sabat, pendalaman Taurat seperti ini dijalankan sepanjang hari. Kita catat, Markus menampilkan kegiatan Yesus kali ini pada hari Sabat: pagi mulai mengajar di sinagoga menerangkan Taurat. Dan terang Taurat yang dibawakannya itu menyingkirkan roh jahat yang merasuki orang yang waktu itu ada di sana (Mrk 1:21-28). Markus hendak menunjukkan bahwa penyembuhan yang dilakukan Yesus itu terjadi dalam rangka pendalaman Sabda bagi orang banyak. Yesus bukan orang yang mau melawan lembaga kekudusan Sabat. Ia malah membuat hari itu semakin luhur! Kita perhatikan bahwa Yesus juga tidak mengangkat bangun ibu mertua Simon. Ia memegang tangannya dan itu cukup untuk membuat demamnya lenyap.

RASANYA...GRENG!

TANYA: Bu, tolong ceritakan sendiri pengalaman sore itu.

JAWAB: Kan sudah ditulis oleh Mark, juga diceritakan kembali Matt dan Luc.

TANYA: Bagaimana keadaan ibu waktu itu?

JAWAB: Demam. Sudah beberapa hari terbaring. Siap mati. Eh, tahu-tahu ada orang
yang memegang tangan saya!

TANYA: Menurut Mark (Mrk 1:31), sambil memegang tangan ibu, Yesus "membangunkan" ibu dan saat itu juga demam hilang. Apa beliau menyuruh bangun, atau
malah mengangkat dan mendudukkan? Soalnya, Matt (Mat 8:15) dan Luc (Luk 4:39) tidak mengatakan Yesus membangunkan. Mereka bilang ibu "bangun", itu saja.

JAWAB: Kok aneh-aneh tanyanya! Sang Guru dari Nazaret yang didatangkan menantu saya itu hanya memegangi tangan saya. Wah, nak, rasanya... greng! Ada kekuatan yang masuk mengusir demam itu keluar. Luc tentunya juga tahu meski ia tidak ikut mengatakan Yesus memegangi tangan saya.

TANYA [rada geli]: Omong-omong, "greng" yang ibu sebut tadi apa sih?
JAWAB: Eh, nganggap nenek bikin-bikin! Ndak ingat cerita Mrk 5:30? Yesus merasa ada tenaga keluar dari dirinya - "greng" tadi - ketika ujung jubahnya dipegang oleh perempuan yang menderita pendarahan kronik 12 tahun? Lihat Luk 8:46 sekalian dah!

TANYA: Tanpa mengguncang-guncang badan ibu? Jadi yang disebut Matt dan Luc itu ya benar. Demam lantas pergi dan ibu bangun sendiri.

JAWAB: Benar!
TANYA [kepada seorang ahli tafsir]: Yesus tidak mengangkat ibu itu dari posisi tidur. Tapi kok Mark memakai ungkapan "membangunkan"? Matt dan Luc tidak menyebutnya. Perkara kata, tapi bikin penasaran nih.

AHLI: Dalam kisah-kisah penyembuhan waktu itu, ungkapan "membangunkan" memang biasa dipakai dengan arti menyembuhkan, tidak dalam arti harfiah mengangkat. Mark memakainya dalam arti luas ini.

TANYA [kepada ibu mertua Simon lagi]: Sesudah sembuh, ibu lalu "melayani mereka". Apa yang ibu lakukan?

JAWAB: Menyiapkan makan bagi Yesus dan murid-muridnya. Sudah menjelang petang, saat orang makan.

TANYA [kepada ahli tafsir]: Mark dan Luc menyebutkan ibu mertua Simon "melayani mereka", tapi Matt menulis "melayani dia", maksudnya Yesus. Apa perbedaan ini penting?
AHLI: Matt hendak memusatkan pandangan kepada Yesus, sedangkan Mark menceritakan kejadiannya secara umum. Begitu pula Luc.

TANYA: Masih ada satu soal. Luc mencatat, Yesus "membentak pergi" demam itu, begitu dalam teks Yunaninya. Mark dan Matt tidak sejelas itu. Bisa dikomentari perbedaan ini?

AHLI [tersenyum]: Itu cara Luc mengatakan Yesus kini bertindak dengan wibawa ilahi untuk mengeluarkan demam. Luc juga mau menunjuk pada hubungan penyakit dengan kekuatan jahat. Orang-orang waktu mungkin menduga ibu mertua Simon itu tentunya dikerjain orang, kena guna-guna. Dalam Injil, penyembuhan dan pengusiran kekuatan jahat kerap ditampilkan sebagai dua sisi dari satu mata uang. Ini kunci memahami kisah penyembuhan.

MEMBUNGKAM SETAN-SETAN

Setelah menyembuhkan ibu mertua Simon, Yesus dijamu di rumah itu bersama para muridnya. Sementara itu berdatanganlah penduduk ingin menemui Yesus. Petang itu ia menyembuhkan orang dari penyakit dan kerasukan setan. Dalam ay. 34 dikatakan bahwa Yesus tidak memperbolehkan setan-setan berbicara. Alasannya, mereka mengenal Dia. Tulisan Markus ini seperti teka-teki. Setan-setan itu tahu betul siapa Yesus. Mereka dapat menyuarakan pengetahuan mereka, seperti halnya roh jahat yang merasuki orang yang pada pagi hari itu berada sinagoga. Tapi di situ Yesus membentak diam roh tadi. Kini ia juga membungkam setan-setan. Mengapa Yesus tidak membiarkan mereka memperdengarkan kata-kata mereka mengenai dia? Kan yang dikatakan tidak salah. Di sinagoga pagi itu roh jahat mengatakan Yesus itu Yang Kudus dari Allah. Benar. Kenapa tak boleh?

Di satu pihak kekuatan-kekuatan jahat memang tahu betul siapa Yesus itu. Di lain pihak mereka memakai pengetahuan itu bukan untuk meluruskan hidup orang, tapi untuk mengacaukan dan malah untuk menyesatkan. Mereka mulai dengan membisikkan pengetahuan yang benar, tapi pelan-pelan mereka membuat hati orang tertutup pada hal-hal baru yang dibawakan Yesus. Simon Petrus sendiri nanti akan terbawa ke sana dan ia dibentak diam oleh Yesus (Mrk 8:33 Mat 16:23). Yesus hanya akan dipandang sebagai penyembuh dari penyakit dan kerasukan, sebagai guru bijaksana, sebagai orang yang mempesona. Ia menjadi pusat perhatian. Lama kelamaan Injil yang dibawakannya akan dikaburkan oleh ketenarannya dirinya. Inilah yang dimaui oleh roh-roh jahat tadi. Mereka mau memisahkan Yesus dari warta yang dibawakannya. Bila terjadi, Yesus akan menjadi lemah kendati di mata orang ia tampak sukses. Kekuatannya bakal pudar karena ia tidak lagi membawakan Injilnya sendiri, tetapi jadi takabur dan membiarkan diri dipandang sebagai orang besar, tidak lagi menunjukkan kebesaran Kerajaan Bapanya!

BERDOA DI TEMPAT SUNYI

Orang-orang menunggu Yesus semalaman. Pada pagi hari berikutnya makin banyak orang lagi berkumpul dan mencari dia. Tetapi Yesus sudah lebih dahulu keluar pergi berdoa di sebuah tempat terpencil. Ia kiranya tahu betul betapa besar godaan yang kini mengiringi semua tindakan baiknya. Ia tahu tak akan dapat terus tanpa kekuatan dari atas sana. Begitulah ia menjauh dari orang banyak mencari tempat sunyi dan membiarkan diri dibimbing roh yang sejak baptisannya turun ke atasnya. Yesus mencari keheningan agar semakin mampu melihat kehadiran ilahi di dalam kehidupannya. Inilah yang membuatnya tahan menjalankan perutusannya. Inilah yang membuatnya ditakuti kekuatan-kekuatan jahat.
Apa arti pagi-pagi benar, ketika hari masih gelap? Mark itu pencerita ulung. Beberapa hal sengaja tak disebut jelas tetapi malah membuat pembaca menemukannya sendiri. Tentunya selama berdoa pagi-pagi benar itu Yesus memandangi fajar menyingsing, melihat matahari mulai menyingkirkan kegelapan. Mark mau mengajak pembaca sampai ke gagasan ini. Yesus saat itu membaca gerak alam, dan itulah doanya. Ia melihat Dia yang memberinya kekuatan bagaikan matahari yang mulai bersinar mengusir kekelaman, perlahan-lahan, tetapi pasti. Bagi Yesus, meluangkan diri mengikuti gerak gerik Yang Ilahi itu mutlak. Gerak gerik yang memberi kelegaan. Itu sumber kekuatannya. Dan kekuatan ini juga bisa diteruskannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Di mana saja.

Kendala bagi pewarta kedatangan Yesus ialah mengajarkan tentang dia tanpa menerimanya dengan tulus. Akan seperti roh jahat yang menyuarakan pelbagai kebenaran mengenai siapa Yesus tapi tidak menghayatinya. Roh jahat tidak bisa menerima kehadirannya. Karena itu kata-kata mereka kosong. Tak ada bobotnya. Karena itu pewartaan yang tak disertai keakraban dengan yang diwartakan tidak akan memperkaya batin orang. Malah bisa membebani.

Ketika murid-muridnya mendapati dia dan memintanya menemui orang-orang yang sudah menunggu, Yesus malah mengajak para murid pergi ke tempat lain, agar di sana pun Injil diberitakan, agar di tempat-tempat itu pun orang boleh ikut merasa lega. Seperti matahari yang bersinar ke mana-mana, begitulah ia merasa perlu pergi ke tempat-tempat lain membawakan Kabar Gembira, dan mengusir setan, mulai pagi hari setelah Sabat. Seperti pagi hari kebangkitannya nanti!

DARI BACAAN KEDUA: 1Kor 9:16-19;22-23

Dalam 1Kor 9 Paulus berbicara mengenai "kebebasan"-nya. Ia tidak ingin dianggap "rasul" di sebuah komunitas yang menopang hidupnya dan dengan demikian terikat hanya pada lingkungan itu. Ia menegaskan ia ingin bebas mewartakan Injil tanpa terikat pesan sponsor, tanpa terarah kebutuhan tertentu. Pusat perhatiannya ialah pada kabar gembira yang telah dialaminya sendiri dan kini ia sampaikan ke pelbagai orang dengan cara yang berbeda-beda. Ia ingin berbagi pengalaman batin tadi dengan siapa saja, baik yang terbiasa dengan gagasan-gagasan agama Yahudi maupun dengan orang-orang yang berlatarbelakang lain. Inilah yang hendak disampaikannya.

Menarik dicamkan, yang mendorong Paulus untuk mewartakan Injil bukanlah keinginannya untuk mempertobatkan orang, melainkan untuk berbagi pengalaman batin. Pengalaman ini membuatnya tahu apa itu "selamat", yakni merasa disapa Tuhan, merasa enak berada di dekatNya. Menjadi lega. Inilah yang hendak dibawakannya kepada banyak orang. Kesaksiannya tidak diukurnya dengan upah yang diterima dari orang-orang yang mendengarkannya. Ukuran yang dipegangnya ialah kenyataan kabar gembira itu sendiri, artinya, bila ia baru puas bila memang berhasil membuat orang bisa ikut menikmati kelegaan batin, menemukan jalan penyelamatan.

Kesaksian Paulus mengajak orang berpikir lebih jauh. Apa itu mewartakan Injil? Apa intinya? Paulus menunjukkan bahwa mewartakan Injil ialah menginsyafi bagaimana Tuhan memang mau mendatangi manusia dan menjadikannya semakin utuh. Inilah yang membuat batin lega.

Salam hangat,
widy

Selasa, 23 Maret 2010

MEMAHAMI PERISTIWA TRANSFIGURASI DI ERA SEKARANG



Pristiwa TRANSFIGURASI yang dipaparkan ketiga Injil (Mat. 16:13-20; Mark. 8:27-30 dan Luk. 9:28-36), menunjukkan  karya ke-Ilahian Yesus. Tampaklah perubahan wajah Yesus dan pakaian-Nya berkilau-kilau. Disitu Yesus sedang bercakap-cakap dengan Musa dan Elia.

Pertanyaannya, pernahkah kita mempertanyakan pada diri kita, mengapa dalam peristiwa  transfigurasi tersebut yang ditampilkan dua tokoh Perjanjian Lama yaitu Musa dan Elia. Ada apa dengan Musa dan Elia, apa hubunga kedua tokoh Perjanjian lama itu dengan Yesus. Dan apa yang menjadi topik pembicaraan dari ketiga tokoh tersebut. Apa reaksi murid terhadap peristiwa tersebut ? Itulah beberapa pertanyaan yang boleh kita renungkan.

Sekilas tentang Musa dan Elia

Tokoh Musa, tokoh ini sangatlah kia kenal, dilahirkan dalam pembunuhan dan pengejaran anak di Mesir, sejak semula hidupnya sudah terancam mati. Misi perutusan kenabiannya adalah sebagai pembebas bangsa terpilih menuju tanah terjanji. Pergulatan pembebasan taksesederhana itu, tetapi penuh perjuangan, bagaimana mereka harus berjuang dihadapan Firaun untuk pembebasan bangsanya, Bagaimana Musa dan bangsanya harus sport jantung ditengan laut yang terbelah dengan dikejar tentara Mesir. Musa harus menangung cerca –cela dari bangsa yang dibebaskan karena kelaparan dan kehausan. Bagaimana Musa juga telah meninggikan ular perunggu sebagai tulak bala dari gigitan ular beludak yang saat itu sedang mengganas dan banyak mematikan bangsa pilihan itu.

Musa adalah tokoh paskah Perjanjian lama, pembebas bangsa pilihan menuju tanah terjanji. Jalan yang harus ditempuh juga tidak mudah banyak peghalang, bahkan Musa sendiri tidak menikmati tanah yang dijanjikan Tuhan itu meskipun sudah di depan matanya.

Tokoh Elia, Elia adalah seorang nabi yang boleh dikatakan misterius, karena kemunculan dan menghilang denga tiba-tiba  dan sukar untuk didekati. Meski demikian Elia adalah tokoh nabi yang sangat mengesankan.
Elia akan dikenang sebagai nabi yang telah menghadapkan Israel yang berlaku timpang dengan suatu pilihan tegas jelas dan tak bersyarat : mengabdi Tuhan atau mengabdi Baal. Tidak ada jalan tengah. Tuhan dalam pandangan Elia adalah Tuhan yang pencemburu yang tidak
mau membiarkan allah-allah lain di samping-Nya. Ke-Allahan seperti itu yang memberi inspirasi kepada Elia. Sehinga Elia sebagai nabi yang de ngan penuh kecemburuan berkarya bagi Tuhan dan hanya untuk Tuhan.
        Di samping keberanian dan kecemburuannya bagi Tuhan, Elia akan dikenang pula sebagai nabi yang dengan tulus hati menyatakan kepahitannya menjadi seorang utusan Tuhan. Karyanya berakhir dengan kegagalan dan Elia pun dapat dikatakan gagal dengan dirinya sendiri. Elia memang kuat, tetapi juga manusia  yang lemah. Hal ini harus menjadi peringatan bagi setiap utusan Tuhan. Dalam kelemahan Elia dapat menjadi kekuatan kita dalam kelemahan kita

Dalam perjanjian Baru Elia termasuk tokoh Perjanjian Lama yang paling banyak disebut sesudah Musa, Abraham dan Daud. Pada Perikup ini Elia tampil bersama Musa ( Luk.9:28-36).Perutusannya kepada janda di Sarfat dikenang Yesus ketika ditolak oleh orang-orang sedesa-Nya (Luk. 4:25-26).

Elia telah pergi secara penuh rahasia, namun dia masih hidup dalam Gereja sampai sekarang. Dia hidup dalam sejumlah orang  Kristen yang mau mengikut Kristus dan bersama-sama dengan saudaranya yang lain membangun Gereja dengan suatu kecemburuan ilahi.

Musa, Elia dan Yesus tokoh Mesianis

Musa dalam segala perjuangan dan kegigihannya berhasil membawa bangsanya menuju tanah terjanji. Elia dengan tegas dan jelas  menyatakan bahwa Allah adalah Allah yang pencemburu, sedangkan Yesus penggenap dari segala janji-janji Allah. Segala yang terjadi pada kedua nabi berlaku pada diri Yesus.

Misi perutusan Musa adalah pembebasan bangsa dari kungkungan bangsa Mesir, sedangkan misi Yesus membaskan ciptaan dari  kungku ngan dosa abadi. Elia dengan gigih menunjukkan Allah yang pencemburu, demikian juga Yesus, menunjukkan Allah yang pencemburu sekaligus mau mengorbankan diri demi yang dicintainya.

Bila hendak diambil benang merahnya sagatlah jelas, bahwa janji Allah tidak pernah diingkari, dan Allah telah memberikan penggenapan janji itu melalui diri Putra-Nya, Yesus Kristus. Dalam diri Yesus segala kehendak baik Allah terwujud.

Tidak berlebihan kiranya bila Gereja sampai saat ini tetap memberi tempat dalam pewartaanya dengan mengikut-sertakan nama Musa dan Elia, sebagai inspirasi karya penyelamatan yang diemban Kristus. Bahkan sebelum penderitaan Kristus, Kedua nabi agung tersebut telah mempercakapkan bagaimana seorang mesias akan mati sebagai silih atas kodosaan dunia.
Tanggapan para rasul demi melihat kemuliaan Tuhan

        Kalau saat itu petrus dengan serta merta mengungkapkan maksudnya untuk mendirikan tiga kemah buat Musa, Elia da Yesus, itu merupakan ungkapan atas kekaguman dan ketakberdayaan manusia biasa demi melihat kemuliaan Tuhan, Semuanya serba mengagumkan, bahkan Petrus tak bisa berfikir dan berkata apa-apa (blangkemen=Jawa) selain menawarkan jasa baikya untuk mendirikan tempat tinggal.

Pada perikup tersebut ditunjukkan Yesus berubah wajah dan dengan pakaian yang berkilau-kilau, kemungkinan yang terjadi secara se-          sunguhnya bisa melampaui dari kata-kata yan diungkapkan. Kata-kata dan pandangan manusia tentu ada batasnya, tetapi tidak dengan kemuliaan Ilahi.

Bandingkan ketika Abraham melihat semak terbakar, tetapi tidak membakar semak tersebut. Abraham harus menunduk, karena Abraham tidak layak dan tidak mampu melihat kenyataan Allah dalam rupa yang sebenarnya. Begitu dahsyat kemuliaan Allah.

Sedemikian dahsyatnya kemuliaan itu sehingga Petrus sebagai perwakilan para rasul meganggap penting bahwa kemulian itu boleh tingal dikemah kehidupanya. Jadi bukan lagi kemah yang dapat hilang karena panas dan hujan tetapi kemah keabadian di dalam diri mereka dan seterusnya dalam gerejanya.

Pesona Transfigurasi di Zaman Sekarang

Pada zaman sekarang apakah masih mungkin peristiwa Transfigurasi terulang kembali ?

Pertanyaan di atas sebenarnya masih terus terjadi pada zaman ini. Pemahaman ini hanya bisa dimengerti dan dirasakan bila manusia mulai bisa merasa dan menghayati kata Syukur. Kata Syukur menjadi kata kunci bagi transfigurasi di zaman ini.

V Pernahkah kita bangun pagi-pagi, keluar rumah, memandang sekitar kita masih agak temaram, ayam jantan masih satu—dua terdengan berkokok, burung kecil mulai nyaring memamerkan merdu suaranya, mentari pagi masih dengan tersipu malu memulas langit dengan warna keemasan. Pernahkah kita mengagumi apa yang kita rasakan di pagi hari ? Atau itu hanya kejadian yang biasa-biasa saja, dan memang itu yang semestinya terjadi.
Pernahkah kita kapan saja menyadari bahwa kita tetap bernafas, dan secara otomatis, tanpa perintah otak, paru-pari menghisap dan mengeluarkan udara, jantung kita tetap berdetak. Tanpa kita sadari
V mata kita secara periodik mengedip.
V Pernahkah kita menyadari setiap pagi matahari muncul dan sore hari terbenam, dengan segala macam cuacanya, cerah, mendung, hujan dan bahkan badai.

Kalu boleh jujur sebenarnya tidak banyak orang yang mampu dan sampai pada penelaahan itu, semuanya hanya kejadian alam biasa. Banyak dari kita tidak sampai menggugah rasa syukur kita atas kuasa, kemegahan dan kemahaan dari Allah di mata kita.
Maka sejujurnya bila kita bisa sampai pada rasa-pangroso (rasa dan perasaan) seperti itu dan bisa sampai pada ucapan syukur, maka kemliaan Allah seperti peristiwa trasfigurasi masih bisa kia alami hingga kini. Transfigurasi merupakan pengalaman batin yang memuliakan Allah dengan segala manivestasi-Nya. Pengalaman ini tidak memandang besar kecilnya peristiwa yang terjadi. Pengalama ini semata-mata memandang segala kejadian adalah Allah yang berkarya, Allah yang hadir dan kaca mata yang memandang segalanya adalah kemuliaan Allah.

Melihat pengalaman seperti itu, maka pentinglah kita bermeditasi alam, kita bisa bercengkerama dengan alam. Kita diajak kembali dekat dengan alam. Kita bisa merasakan bahwa kita adalah bagian kecil dari alam yang diberi wewenang untuk mengatur alam agar lebih meng-alam.
Dengan memandang trasfigurasi sebagai kemuliaan Allah, apakah itu tampak begitu besar membuat orang berdecak kagum, atau hanya biasa-biasa saja, maka manusia akan sampai pada ucapan syukur yang tulus. Sama seperti Petrus yang memberikan diri membangun kemah bagi tiga persona itu, mucul karena kekagumannya. Demikian juga kita membangun dunia kita ini dengan mengalamkan alam, sehingga alam juga tidak menolak kita dengan segala kejadian alam yang menggentarkan. Kembalilah bersahabat dengan alam agar mata kita melihat transfigurasi meskipun kecil dan dirasakank biasa-bisa saja.




KASUS DI BAIT ALLAH


Rekan-rekan yang baik!

Kebanyakan para ahli tafsir beranggapan bahwa kisah perempuan yang berzinah
dalam Yoh 8:1-11 yang dibacakan pada hari Minggu Prapaskah V/C pada awalnya
tidak termasuk Injil Yohanes meskipun mereka setuju asalnya dari tradisi
mengenai kehidupan Yesus juga. Kisah ini tidak termuat di dalam
naskah-naskah tertua Injil Yohanes dalam bahasa Yunani. Juga dari segi gaya
bahasa ada perbedaan. Misalnya, Yohanes biasa menyebut "orang banyak" dengan
kata Yunani "okhlos", bukan "laos" seperti di sini. Kata untuk "pagi-pagi"
biasanya "prooi", tapi di sini dipakai "orthrou". Nama "Bukit Zaitun" tidak
dijumpai dalam Injil Yohanes kecuali di sini. Juga ahli Taurat tidak disebut
musuh Yesus selain di sini.

Baru pada abad ke-4 kisah perempuan berzinah itu mulai didapati di dalam
naskah-naskah Kitab Suci Yunani. Tetapi kisah itu agaknya sudah dikenal
sebelumnya di kalangan Gereja Latin di Barat dan termasuk bahan bacaan
selama liturgi. Oleh karenanya tidak mengherankan bila menjadi bagian Injil.
Biasanya tempatnya di antara Yoh 7:52 dan 8:12, boleh jadi untuk menyiapkan
pembaca agar mengerti kata-kata Yesus nanti dalam Yoh 8:15 "Kamu menghakimi
menurut ukuran manusia, Aku tidak menghakimi seorang pun." Tapi ada pula
beberapa naskah yang menaruhnya sebagai tambahan di bagian belakang Injil
Yohanes. Karena teks ini telah lama diterima sebagai bagian dari Injil
Yohanes dalam liturgi, wajarlah bila kita mendalaminya seperti bagian Injil
juga.

BUKIT ZAITUN, BAIT ALLAH, DAN PENYALIBAN

Peristiwa yang sedang dibicarakan ini terjadi di dalam minggu terakhir
kehidupan Yesus. Selama waktu itu dari pagi hingga sore ia berada di
Yerusalem tetapi malam hari dilewatkannya di Bukit Zaitun, di sebelah timur
kota, bersama murid-muridnya. Seperti disebutkan dalam Mrk 11:11, setelah
meninjau Bait Allah, Yesus bersama dua belas muridnya ke Betania pada sore
hari, yaitu sebuah perkampungan di sisi timur Bukit Zaitun. (Bukan Betania
di seberang sungai Yordan yang disebut dalam Yoh 1:28.)

Latar di atas membuat peristiwa yang dibacakan hari ini berhubungan erat
dengan penyaliban dan kebangkitan Yesus. Dia yang tidak menjatuhkan hukuman
kepada pendosa yang dihadapkan kepadanya itu sama dengan dia yang nanti
wafat di kayu salib menanggung dosa-dosa orang lain dan kemudian bangkit -
tidak lagi tertindih dosa dan hukuman. Yang bersedia menerima warta ini
bakal ikut mendapat kekuatan untuk tidak membiarkan diri terus ditindih dosa
dan hukuman, dengan kata lain, untuk sungguh bertobat.

Peristiwa yang dibacakan hari ini terjadi di dalam Bait Allah, pusat
kekayaan spiritual. Ke sanalah orang-orang berkiblat, di situlah orang
bertanya, di tempat inilah diberikan jawaban dari Tuhan. Dan jawaban ini
berujud manusia yang dapat dikenali, dapat diajak berdialog, dapat
dibayang-bayangkan. Tetapi juga bisa dijauhi, dimusuhi, dan dibunuh.
Kehadiran Tuhan seperti ini membuat orang perlu berpikir lebih dalam.

MENULIS DI TANAH?

Dalam ayat 6 dipakai kata Yunani "kategraphen" yang artinya "ia mencatat",
bukan sekedar menulis, yang memang muncul dalam ayat 8 sebagai "egraphen".
Dalam kedua ayat itu ada keterangan "di tanah", artinya, bisa dilihat siapa
saja, tidak ditutup-tutupi. Pertanyaan kita, apakah Yesus betul-betul
mencatat dan menulis sesuatu? Dan apa itu? Tidak dilaporkan apa yang ditulis
Yesus di tanah. Ada yang menafsirkan bahwa dalam ayat 6 dan 8 ia menuliskan
kata-kata yang nanti diucapkannya dalam ayat 7, yaitu "Siapa saja di antara
kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada
perempuan itu." Ada pelbagai upaya tafsir. Ada yang merujuk pada tatacara
Romawi yang mewajibkan ketua pengadilan menulis terlebih dahulu keputusan
yang bakal diucapkannya. Bila begitu maka kata-kata dalam ayat 7 itulah
keputusan yang dimintakan para ahli Taurat dan orang Farisi. Walaupun tidak
lebih dari sekadar dugaan belaka, penjelasan ini menarik.

Kedua katakerja Yunani dalam ayat 6 tadi ada dalam bentuk yang biasanya
dipakai membicarakan kejadian yang sedang berlangsung di masa lampau.
(Istilah tatabahasa Yunani ialah bentuk imperfekt). Tapi bentuk ini juga tak
jarang menandakan tindakan yang tidak utuh terjadi, bahkan sering digunakan
untuk membicarakan perbuatan yang hanya diniatkan belaka. Dalam pemakaian
seperti itu maka ayat 6 sebetulnya mengatakan "(Yesus membungkuk,) siap
mencatat di tanah" dan ayat 8 "(Lalu ia membungkuk lagi) mau menulis". Jadi
ia belum mencatat atau menulis apapun. Dalam tatabahasa Yunani bentuk ini
dinamai "imperfekt konatif" ("imperfekt coba-coba"). Contoh lain, Luk 5:6,
ketika tangkapan ikan banyak, "jala mereka hampir koyak (dierreesseto)".
Jala tidak koyak betul-betul sehingga ikan-ikannya tidak lepas kembali!
Menurut Yoh 21:11 jala memang tidak koyak. Mrk 15:23, sebelum menyalibkan
Yesus, disebutkan "mereka bermaksud memberinya (edidoun) anggur yang
dicampur mur, tetapi Yesus menolaknya." Anggur tidak benar-benar diberikan,
karena jelas dikatakan di situ Yesus menolaknya. Ada banyak lagi contoh
imperfekt konatif seperti itu.

Secara ringkas, tidak bisa dikatakan bahwa Yesus benar-benar mencatat atau
menulis sesuatu. Juga tidak bisa dikatakan Yesus tidak menggubris para ahli
Taurat dan orang Farisi yang datang kepadanya. Sebaliknya, pencerita malahan
menyarankan bahwa Yesus siap mencatat dan menulis bila memang ada yang patut
dituliskan saat itu. Penjelasan ini ada hubungannya dengan perubahan postur
tubuh Yesus. Dari duduk mengajar, Yesus membungkuk mencatat dan menulis. Apa
artinya? Dengan perubahan postur tubuh itu ia hendak menunjukkan bahwa ia
mau mencatat dan menuliskan kebijaksanaan para ahli Kitab dan orang Farisi
bila mereka memang memiliki sesuatu yang dapat diajarkan. Tapi para ahli
Taurat dan orang Farisi itu tidak berani menerima peralihan peran itu.
Bahkan mereka "terus menerus bertanya kepadanya" (ayat 7).

Pada saat itulah Yesus bangkit berdiri lalu berkata, "Siapa saja di antara
kamu tidak berdosa hendaklah ia yang pertama yang melemparkan batu kepada
perempuan ini" (ayat 7). Segera sesudah berkata demikian ia membungkuk lagi
dan siap menulis di tanah, supaya bisa dilihat semua yang hadir. Sekali lagi
ia meminta mereka mengajarkan apa yang bisa ia tuliskan, ia siap untuk itu.
Apa yang terjadi? Satu per satu mereka pergi meninggalkan tempat itu, mulai
dari yang paling senior. Yesus tidak menyaingi para ahli Taurat dan orang
Farisi atau mengecilkan peran mereka. Ia justru minta mereka menunjukkan apa
mereka dapat mengajarkan sesuatu yang patut dicatat dan ditulis bagi orang
banyak. Ternyata tak ada seorang pun yang tampil. Mengapa? Di hadapan orang
yang tulus hati ini, suara hati ahli Taurat dan orang Farisi itu sendiri
tidak mengizinkan mereka mengajarkan hukuman atau tindakan keras yang
mempersyaratkan kebersihan diri sendiri dulu.

MENGAJAK KEDUA BELAH PIHAK BERGANTI HALUAN

Dalam cerita ini dua kali Yesus berbicara mengenai "dosa". Yang pertama
kepada para ahli Taurat dan orang Farisi (ayat 7), yang kedua kalinya kepada
perempuan yang dihadapkan kepadanya (ayat 11). Dua kali pula Yesus "bangkit
berdiri" dan mulai menyapa masing-masing pihak (ayat 7 dan 10). Begitulah
cara pencerita menunjukkan Yesus memberi perlakuan yang sama baik kepada
perempuan tadi maupun kepada para ahli Taurat dan orang Farisi. Ironis, kaum
terpandang itu sebetulnya tidak lebih baik dari pada orang yang mereka
anggap pendosa yang patut dihukum mati. Pernyataan Yesus bahwa siapa yang
tak berdosa hendaknya melempar batu pertama mengikis habis perbedaan yang
boleh jadi disembunyi-sembunyikan. Di hadapan utusan Tuhan yang sedang
menampilkan kewibawaannya mengajar di Bait Allah ini semua orang sama, sama
berdosanya. Pengadilan dengan pikiran manusia saja tidak mencukupi. Semua
orang membutuhkan kerahiman Tuhan.

Yesus meminta kepada para penuduh agar melihat apakah mereka sendiri tanpa
dosa. Mereka perlu memeriksa diri, menengok ke belakang. Kepada perempuan
itu Yesus mengatakan "mulai sekarang" jangan lagi berdosa. Ada pandangan ke
masa depan. Pembaca yang menyelami kisah ini akan melihat bahwa baik para
ahli Taurat dan orang Farisi maupun perempuan itu sama-sama diajak
melepaskan jalan hidup mereka yang lama, yang menindih diri mereka sendiri,
agar dapat menempuh arah baru.

Pengalaman perempuan itu membawanya ke jalan baru yang dijanjikan Tuhan
dalam nubuat yang diucapkan di dalam bacaan pertama Yes 43:16-21. Setelah
membebaskan umatNya dari pembuangan di Babel, Tuhan memperkenalkan diri
sebagai Dia yang pernah menuntun keluar umatNya (keluar dari Mesir) lewat
laut dan menghancurkan pengejar-pengejar mereka (ayat 16-17). Ditegaskan
agar mereka kini tak usah lagi mengungkit-ungkit perkara lama (ayat 18)
tetapi hendaknya melihat hal baru yang dibuat Tuhan, yakni jalan di padang
gurun (ayat 19) di situ ia membuat air memancar di padang gurun untuk
memberi minum umat pilihanNya (ayat 20). Mereka akan memberitakan
kemasyhuranNya bersama-sama dengan ciptaan lain yang ikut menerima
kebaikannya (ayat 21). Dalam bacaan kedua (Fil 3:8-14) Paulus bersaksi,
setelah menemukan Kristus Kebenaran Sejati itu, ia menganggap semua hal lain
tidak banyak artinya lagi. Ia merasa telah ditangkap oleh kebenaran itu. Ia
juga telah melupakan yang ada di belakang dan sekarang mau berlomba-lomba
mendekat ke hadirat Yang Ilahi. Perempuan tadi pergi dan berganti cara
hidup, para penuduhnya juga satu demi satu meninggalkan pandangan mereka
sendiri, Paulus juga melepaskan dirinya yang lama. Mereka semua ini telah
bertemu dengan Dia yang menerangi relung-relung gelap dan meluruskan hati.
Inilah peristiwa menggembirakan yang boleh diharapkan dalam menyongsong
Minggu Suci sepekan lagi.

_____

Tambahan mengenai Yoh 8:1-11:

TANYA: Bagaimana sih kok pendosa zinah dilepas begitu saja dan habis
perkara? Apa tidak aneh?

JAWAB: Memang akan kurang masuk akal bila petikan itu dibaca sebagai
peristiwa pengadilan. Tetapi peristiwa yang dikisahkan bukan pengadilan
.(Tidak seperti pengadilan Yesus di hadapan Mahkamah Agama nanti yang memang
pengadilan). Penghakiman tidak dijalankan di Bait Allah. Yang dilakukan di
situ ialah ibadat, perlindungan, dan pengajaran dalam ujud dialog atau
simposium atau seminar para ahli agama. Nah dalam suatu seminar seperti itu
tampillah guru-guru ternama seperti Yesus, ahli Taurat & orang Farisi, dan
perempuan pezinah yang mereka datangkan sebagai narasumber otentik bagi
studi kasus mereka. Dalam kesempatan ini ada juga banyak pengikut dan murid
yang dalam Yoh 8:2 disebut "orang banyak/rakyat". Mereka belajar dari
kepintaran guru-guru tadi. Karena situasi ini bukan situasi pengadilan dan
bukan tindak lanjut penggerebekan tempat zina, tidak ada risiko bahwa
perempuan itu akan betul-betul dilempari batu menurut hukum rajam seperti
termaktub dalam Ul 22:21-24. Namun demikian, seminar itu bukan sekadar
anggar kata mengenai perzinahan dengan tiga profesor kondang yang bila
selesai ya bubar, lalu orang ambil piagam untuk dapatkan kredit guna
kenaikan pangkat. Peristiwa itu langsung berdampak pada sikap hidup
masing-masing peserta. Yesus berhasil menghadapkan ahli Taurat dan orang
Farisi ke suara batin mereka sendiri seperti dijelaskan dalam ulasan di
atas. Dan ini terjadi di Bait Allah, bukan di ruang pengadilan. Hal ini
penting disadari penafsir. Dalam pengadilan yang sungguh, juga di kalangan
orang Yahudi dulu, perasaan hakim, penuduh, pembela tidak bisa berperan
langsung. Para anggota Sanhedrin yang mendakwa Yesus menghujat memang tidak
bisa lain kecuali mendakwa menurut hukum mereka. Jadi peristiwa kali ini
bukan kisah pengadilan pezinah melainkan kisah penjernihan suara hati
manusia dalam rangka menyiapkan diri memahami peristiwa paskah Yesus nanti.
Maka hal yang disebut dalam ayat 2 bahwa peristiwa ini terjadi di Bait Allah
dan dalam rangka pengajaran amat penting bagi penafsiran warta petikan ini.

TANYA: Apa "melempari dengan batu" (Yoh 8:5 dan 7) itu sama dengan praktek
"hukum rajam"?

JAWAB: Ancaman dirajam sampai mati termaktub dalam Taurat, juga dalam kasus
perzinahan, lihat Ul 22:21-24, bandingkan Yehezkiel 16:40 23:47. Beberapa
tindak pidana lain juga dikenai sanksi rajam sampai mati: menyembah berhala:
Ul 13:10 17:5; menghujat Tuhan Im 24:14 bdk. Yoh 10:33; mengorbankan anak:
Im 20:2; praktek jalangkungan & nini thowokan Im 20:27; melanggar hari
Sabat: Bil 15:32-36 dan beberapa kasus lain. Namun apakah ancaman hukuman
mati dengan rajam bisa divoniskan begitu saja dan sungguh dieksekusikan
adalah perkara lain. Pertama-tama boleh dicatat bahwa bagi orang Yahudi dari
zaman ke zaman hukum kasuistik ("bagi perkara X, hukumnya Y") dalam Taurat
lebih berfungsi sebagai sumber "berteologi" dan tidak diberlakukan begitu
saja sebagai pasal-pasal hukum KUHP. Mereka memiliki semacam KUHP yang rinci
yang dijabarkan dari Taurat, dan kemudian dikenal antara lain dengan nama
Misyna. Hukum-hukum yang ada di dalamnya perlu dipelajari dengan komentar
para yurist mereka. Di situ ada aturan-aturan rumit cara mempidana orang.
Ada peraturan yang tidak memudahkan orang bisa dikenai hukuman begitu saja.
(Misalnya hanya bila tertangkap basah, mesti ada lebih dari satu saksi,
dst.) Juga ada beberapa aturan pelaksanaan atau eksekusi dengan tenggang
waktu cukup lama agar memungkinkan pengampunan pada hari raya tertentu.

Dalam pelbagai masyarakat di pelbagai kebudayaan, ancaman atau sanksi
hukuman yang amat keras sering tidak dijalankan harfiah. Ini memiliki dampak
pada teologi. Nabi-nabi Perjanjian Lama dulu berbicara mengenai ketaksetiaan
Israel yang ipso facto mestinya mendatangkan kehancuran umat (=putusan
hukuman mati), tetapi belas kasihan Tuhan menyelamatkan umat dari kehancuran
total. Di Firdaus difirmankan, bila makan buah pengetahuan baik dan buruk
akan mati seketika. Tetapi Hawa dan suaminya tidak mati seketika walaupun
makan buah itu. Kesimpulan teologis yang bisa ditarik pembaca: Tuhan
berbelaskasihan sehingga hukuman yang ditetapkanNya sendiri diubahNya
menjadi "nasib" ular, wanita dan lelaki dan pengusiran dari Firdaus pada
akhir Kej 3. Tetapi, sebelum itu, perhatikan Kej 3:21, Tuhan yang baru saja
menjatuhkan firman kutukan tadi itu tiba-tiba berubah menjadi penuh
perhatian kembali kepada manusia. Ia membuatkan manusia dan istrinya pakaian
dari kulit binatang dan "mengenakannya kepada mereka", artinya, ia mengukur
persis persis bahu, dada, lengan, pinggul ke bawah, sehingga pakaian kulit
binatang itu tidak kedodoran.

TANYA: Ada yang pernah mendengar penjelasan sbb.: ".....batu yang dilempar
itu bukan batu besar, tapi batu kecil-kecil. Batu tersebut tidak ditujukan
ke badan/tubuh si wanita, melainkan dilempar ke depannya. Orang yang yang
melempar batu menyatakan setuju wanita itu harus dihukum mati dan dibawa ke
penguasa Romawi agar hukuyman disahkan. Jadi batu itu sebagai alat
menghitung (seperti voting)." Bagaimana pendapat Romo tentang tafsiran ini?

JAWAB: Tafsir itu akibat kerancuan degan praktek "membuang undi" dalam
meramal atau mengundi barang yang dadunya bisa dibayangkan besarnya seperti
kerikil...! Memang lembaga peradilan Yahudi pada zaman Yesus tak berhak
menjatuhkan hukuman mati. Bila menurut hukum mereka memang harus dikenai
pidana mati,maka perlu dibawa dan disahkan oleh penguasa Romawi (lihat juga
Yoh 18:31). Tidak dikenal praktek pungut suara di Bait Allah, kalau toh mau
dijajaki pendapat para tetua maka akan dilakukan di mahkamah, tidak di Bait
Allah.

Salam,
Widy

Selamat Datang

Mari kita merenung dalam masa seperti saat ini

RUANG KATEKESE

RUANG KATEKESE
KLIK PADA GAMBAR